PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bulan
Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan ampunan. Allah menempatkan bulan ini sebagai bulan yang paling istimewa
dibandingkan dengan bulan lainnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi kaum
muslimin untuk menyambut bulan ini dengan rasa gembira dan penuh suka cita,
sehingga mereka akan dibebaskan dari api neraka. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Barang siapa
yang merasa senang dengan masuknya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya dari api neraka.
Bulan Ramadhan seharusnya menjadi
kesempatan yang besar bagi umat Islam untuk memperbaiki diri dan meningkatkan
kualitas amal sehingga di akhir bulan ini mereka akan diberikan derajat taqwa. Rasulullah
sangat mendorong dan menganjurkan kita agar beribadat serta mendirikan malam
pada bulan yang mulia ini. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah bersabda :
Artinya : Barang siapa yang mendirikan Ramadhan dengan penuh
keimanan dan keikhlasan, diampunkan baginya dosa-dosa yang telah lalu. (HR
Bukhari)
Keistimewaan bulan Ramadhan dapat
dibuktikan dengan adanya kelebihan-kelebihan yang tidak diperdapatkan pada
bulan lainnya. Hal ini seperti terdapatnya malam lailatul qadar dan penggandaan
pahala. Pada bulan
ini Allah juga membuka pintu syurga, menutup pintu neraka, dan para Syaithan
akan dikunci. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Apabila telah masuk bulan Ramahan, pintu langit
akan dibuka, neraka Jahannam dikunci, dan Syaithan dibelenggu. (HR. Bukhari)
Pada bulan
Ramadhan Allah SWT mewajibkan kita untuk berpuasa. Melalui ibadah puasa
diharapkan umat Islam akan terlatih untuk melawan hawa nafsu dan akhirnya akan
ditinggikan derajat dengan memperoleh titel taqwa. Dalam surat Al-Baqarah ayat
183 Allah berfirman :
ياايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام
كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu, Mudah-mudahan
kamu agar kamu bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah : 183)[4]
Di samping pensyariatan puasa, Allah
juga mensyariatkan ibadah-ibadah sunat seperti i’tikaf dan tarawih. Ibadah
shalat tarawih adalah ibadah sunat yang disyariaatkan untuk dikerjakan pada
malam hari setelah pelaksanaan shalat isya untuk menghidupkan malam-malam pada
bulan Ramadhan. Namun demikian, umat Islam berbeda pendapat mengenai metode
pelaksanaan dan jumlah rakaatnya.
Permasalahan jumlah raka’at tarawih
merupakan permasalahan yang selalu menimbulkan kontroversi di kalangan umat
Islam, khususnya di Indonesia. Perbedaan pendapat ini semakin mengemuka seiring
lahirnya organisasi Muhammadiyah yang dipimpin oleh KH Ahmad Dahlan pada awal
abad ke-20. Organisasi ini mengusung ide pembaharuan dan memberantas
perbuatan-perbuatan yang mereka anggap bid’ah. Tidak sedikit ibadah-ibadah
ataupun tradisi yang telah berlangsung lama di kalangan masyarakat ditentang
oleh gerakan ini. Salah satu dari perbuatan bid’ah dalam pandangan mereka
adalah pelaksanaan tarawih sejumlah 20 raka’at, karena hal ini tidak sesuai
dengan pelaksanaan tarawih yang dilakukan pada masa Nabi.
Pada saat
itu, umat Islam di Indonesia sudah terlihat semakin terpecah belah dalam hal pelaksanaan
tarawih di antara 20
rakaat dan 8 rakaat dengan 2 rakaat sekali salam dan ada juga yang 4 rakaat
sekali salam. Sebagian umat Islam di Indonesia masih mempertahankan metode
pelaksanaan tarawih sebanyak 20 rakaat seperti yang telah dipraktekan oleh para
pendahulunya sebagai ulama yang membawa Islam ke Indonesia dengan mazhab
Syafi’i. Namun tak jarang juga ada sebagian
dari mereka yang mulai meninggalkan tradisi lamanya dan mengikuti fatwa dari
organisasi yang dipimpin KH Ahmad Dahlan tersebut. Sementara pendapat tarawih
20 rakaat juga menjadi pandangan ormas muslim lainnya seperti Nahdatul Ulama.
Perbedaan
pendapat dua organisasi besar ini telah menggiring masyarakat Indonesia yang
notabenenya masih didominasi oleh kalangan awam kepada sebuah dilema dan
kebingungan. Umat Islam
Indonesia yang mayoritasnya bermazhab syafi’i mulai bimbang dan ragu terhadap pelaksanaan
tarawih yang harus mereka lakukan. Di satu sisi, keterbatasan pengetahuan dan
keilmuan mereka mengharuskan mereka untuk bertaqlid dan mengikuti Imam Mujtahid
yang dalam hal ini adalah Imam Syafi’i. Namun di sisi yang lain mereka juga
takut akan jatuh dalam sebuah perkara bid’ah sebagimana yang difatwakan oleh
sebagian kalangan. Oleh karena itu, kejelasan hukum mengenai jumlah
rakaat tarawih, khususnya dalam mazhab syafii sangat dibutuhkan.
Ibadah shalat
tarawih merupakan suatu
ibadah yang menempati posisi dan kedudukan yang tinggi dalam hati kaum
muslimin. Hal ini dapat ditandai dengan penuhnya mesjid, meunasah, surau, dan
tempat-tempat lainnya dimana terdapat pelaksanaan shalat tarawih. Bahkan,
antusiame umat Islam dalam hal pelaksanaan shalat tarawih membuat tempat ibadah
menjadi penuh dan melebihi jumlah jamaah pada waktu lainnya. Oleh karena itu,
permasalahan tarawih tidak boleh dianggap sepele meskipun hukumnya bukan wajib.
Melihat fenomena yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat, ternyata permasalahan rakaat tarawih tidak hanya
berputar pada masalah amaliyah, namun hal ini juga memiliki dampak sosial yang
sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat. Perbedaan ini juga tidak jarang akan
memunculkan permusuhan dan putusnya tali silaturrahmi di kalangan umat Islam. Apalagi,
perbedaan ini juga menyangkut vonis bid’ah yang dilakukan oleh sebagian
kalangan terhadap kelompok
lainnya. Pernyataan ini jelas akan dapat memancing amarah bagi mereka-mereka
yang tidak menerimanya.
Pada
umumnya, masyarakat Indonesia dalam konteks fiqh bertaqlid kepada pendapat Imam
Syafi’i. Para Fuqaha’ Syafi’iyyah nampaknya telah sepakat bahwa shalat
tarawih berjumlah 20 rakaat dengan sepuluh kali salam. Namun pendapat ini
sering dibenturkan dengan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Jabir, dimana
secara zahir hadist ini menunjukkan bahwa shalat tarawih berjumlah 8 raka’at.
Hadist tersebut
adalah :
روى ابنا
خزيمة وحبان عن جابر قال صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان ثماني
ركعات ثم اوتر[5]
Artinya : Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari
Jabir yang berkata, Kami melakukan shalat (tarawih) bersama Rasulullah SAW pada
bulan Ramadhan 8 rakaat, kemudian melakukan witir. (HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu
Hibban)
Dengan melihat hadist ini, secara
zahir cukup jelas menunjukkan bahwa shalat tarawih berjumlah 8 raka’at. Namun
di sisi yang lain para ulama dalam mazhab Syafi’i justeru berpendapat bahwa
shalat tarawih berjumlah 8 raka’at. Mereka juga menjadikan hadist riwayat Jabir
sebagai salah satu dalil yang dimasukkan dalam pembahasan tarawih. Hal ini
jelas sekali menunjukkan sebuah kontradiksi antara pemahaman secara zahir dari
hadist riwayat Jabir dengan apa yang dikemukakan oleh para Fuqaha’ Syafi’iyyah.
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana sebenarnya
kedudukan hadist ini dari segi sanad, matan serta keterkaitannya dengan
penetapan jumlah rakaat tarawih. Kemudian bagaimana cara yang ditempuh oleh
para Fuqaha’ Syafi’iyyah dalam menetapkan bilangan raka’at tarawih serta
korelasinya dengan hadist riwayat Jabir tersebut. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan akan ditemukan sebuah jawaban terhadap problematika umat sehubungan
dengan perbedaan pendapat dalam hal penetapan jumlah rakaat tarawih khususnya di
kalangan umat Islam Indonesia yang mayoritasnya bermazhab Syafi’i.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat diketahui tentang pentingnya sebuah
kejelasan hukum mengenai jumlah rakaat tarawih. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti dan
menganalisa lebih dalam tentang permasalahan ini dengan judul penelitian
“JUMLAH RAKA’AT TARAWIH DALAM PERSPEKTIF SYAFI’IYYAH (Studi Analisis Hadis
Riwayat Jabir dan Pendapat Ulama Syafi’iyyah)”. Dengan demikian, penulis merumuskan
permasalahannya sebagai berikut :
1.
Bagaimana pendapat Ulama Syafi’iyyah
mengenai jumlah raka’at tarawih dan apakah dalil yang mereka gunakan.
2.
Bagaimana status dan kedudukan hadis
riwayat Jabir dari
segi sanad dan
keterkaitannya dengan penetapan jumlah raka’at tarawih.
C.
Tujuan
Penelitian
Setiap usaha
dari kegiatan yang dilakukan seseorang pada dasarnya mempunyai tujuan tertentu,
demikian juga halnya dengan penelitian karya ilmiyah ini. Adapun tujuan penulis
dalam penulisan skripsi ini adalah :
a.
Untuk mengetahui mengetahui pendapat
Ulama dalam mazhab Syafi’i mengenai jumlah raka’at tarawih serta dalilnya.
b.
Untuk mengetahui status dan kedudukan
hadis riwayat Jabir serta
keterkaitannya dengan penetapan jumlah raka’at tarawih.
D.
Kegunaan
Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
- Manfaat
teoritis
a.
Supaya dengan
adanya hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian yang mendalam sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
b.
Supaya hasil penelitian nantinya
dapat memperkaya khazanah keilmuan islam.
- Manfaat
praktis
a.
Sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan (strata
satu) dibidang pendidikan.
b.
Sebagai pedoman bagi
umat Islam mengenai jumlah raka’at shalat sunat tarawih yang mereka lakukan
pada bulan Ramadhan.
E.
Metode
penelitian
Metode
penelitian merupakan cara yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian. Dapat dipahami bahwa metode
penelitian adalah tahap-tahap dalam melakukan perjalanan dalam penelitian,
sehingga proses penelitian dapat berjalan lancar berdasarkan aturan yang
tertera dalam panduan penelitian.[6]Hal-hal
yang dibahas diantaranya tentang pendekatan penelitian yang mencakup jenis dan
sifatnya, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, keabsahan
data dan jadwal penelitian. Maka penelitian tentang “Jumlah Raka’at Tarawih
Dalam Perspektif Syafi’iyyah”ini diperlukan tahap-tahap tertentu
sehingga berbagai indikasi dan identifikasi akan menempati proporsinya secara
lebih tepat dan teratur. Adapun tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan yaitu metode
penelitian deskriptif analisis, yaitu pengkajian terhadap sesuatu data
serta dipaparkan dalam bentuk tulisan kemudian dianalisa, sehingga dapat
melahirkan uraian yang utuh tentang permasalahan yang dikaji. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan
kualitatif [7].
Kualitatif
adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata atau kalimat. Seperti perilaku
dan perspektif informanyang dihadapi dengan menafikan segala hal yang bersifat
kuantitatif, sehingga gejala-gejala yang ditemukan tidak memungkinkan untuk
diukur oleh angka-angka. Pendekatan ini berhubungan erat dengan sifat dari
realitas sosial dan perilaku informan itu sendiri.[8]
Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya
pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap
dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika
ilmiah.[9]
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat
penemuan.Dalam
penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci.Oleh karena itu,
peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, jadi bisa bertanya,
menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih
jelas.Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai.Penelitian
kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang
tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk
memastikan kebenaran data dan meneliti sejarah perkembangan.
2.
Sumber Data
Sumber yang dijadikan
rujukan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan data yang diperlukan,
baik yang bersifat alternatif maupun kumulatif yang saling melengkapi.Oleh
karena kajian skripsi ini bersifat perpustakaan (library research),maka
sumber utamanya adalah kitab-kitab dalam mazhab syafi’i.kitab tersebut
antara lain seperti Minhāj Al-Thālibīn karangan Imam Al-Nawawiyyi,I’ānah Al-Thalibīn
karangan Muhammad Syathā, Tuhfah
lil muhtajkarangan
Ibnu Hajar Al-haitami, Al-Mahalli
karangan Jalaluddin Al-Mahalli, Hasyiah Bajuri ‘ala ibnu Qasim
Al-Ghazi karangan Syekh Ibrahim Bajuri dan kitab Fiqhlainnya
Selain sumber-sumber data primer, penulisan ini juga dipandu dengan sumber-sumber
data sekunder yang penulis gunakan untuk melengkapi kebutuhan data dalam
penulisan skripsi ini, yaitu buku-buku yang tersedia di perpustakaan
STAI Al-Aziziyah seperti 40 masalah agama, Mutiara Hujjah dan lain-lain.
3.
Teknik Pengumpulan
Data
Dalam penentuan
metode pengumpulan data selalu disesuaikan dengan jenis dan sumber data yang
diperlukan.Pada umumnya pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa
metode, baik alternatif maupun kumulatif yang saling melengkapi.[10]Sesuai
dengan obyek penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang penulis gunakan
bersifat kepustakaan (library research), yaitu dengan pendataan dan
pengumpulan sumber-sumber yang
berbentuk dokumentasidari perpustakaan, baik primer ataupun sekunder
yang relevan dengan pokok pembahasan.Dalam hal ini penulis berupaya
mengumpulkan data dari kitab-kitab karangan ulama Syafi’iyyahdan buku-buku
lainnya yang menyangkut dengan pembahasan mengenai jumlah raka’at tarawih.
.
4. Teknik Analisa Data
Setelah diadakan penelitian pada kitab-kitab dan buku-buku yang tersebut di
atas, selanjutnya dilakukan pengolahan data dan penganalisaan data. Dalam
menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode komperatif,
yaitu mengolah data dengan cara membandingkan data yang satu dengan yang
lainnya untuk melihat sisi persamaan dan perbedaannya dalam mengambil suatu
kesimpulan.[11]
Setelah dilakukan pengelompokan yang disusun secara logis dan sistematis,
kemudian dianalisis secara deduktif, yaitu bertitik tolak dari data-data
yang besifat khusus, dalam hal ini penulis mengemukakan data-data atau
fakta-fakta baik dalam bentuk definisi ataupun konsep yang sesuai dengan topic
jumlah raka’at tarawih dalam perspektif Syafi’iyyah.
5.
Keabsahan Data
Untuk menetapkan
keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.Pelaksanaan teknik pemeriksaaan
didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang penulis
gunakan yaitu:
1.
Derajat kepercayaaan
(kredibilitas)yaitu kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan
informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya
oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
2.
Keteralihan (transferabilitas)yaitu kriteria yang digunakan untuk memenuhi hasil
penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting)
tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki tipologi yang sama
3.
Kebergantungan (dependabilitas)yaitu kriteria yang digunakan
untuk menilai apakah proses penelitian
kualitatif bermutuatau tidak, dengan mengecek: apakah si peneliti sudah cukup
hati-hati, apakah membuat kesalahan dalam mengkonseptualisasikan rencana
penelitiannya, pengumpulan data danpengintepretasiannya.
4.
Kepastian (konfirmabilitas)yaitu merupakan kriteria untuk menilai mutu
tidaknya hasil penelitian. Jika dependabilitas digunakan untuk menilai kualitas
dari proses yang ditempuh oleh peneliti, maka konfirmabilitas untuk menilai
kualitas hasil penelitian, dengan tekanan pertanyaan apakah data dan informasi
serta interpretasi dan lainnya didukung oleh materi yang ada dalam audit trail.[12]
Menurut Lexi J. Moleong, teknik pemeriksaan keabsahan
data dengan konsep transferabilitas adalah teknik yang mengunakan cara uraian
rinci. Teknik ini dituntut supaya melaporkan suatu penelitian sehingga
uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan
konteks tempat penelitian dilaksanakan.Jelas laporan itu harus mengacu pada fokus
penelitian.Uraiannya harus mengungkapkan secara khusus sekali segala sesuatu
yang dibutuhkan pembaca sehingga penemuan-penemuan yang diperoleh itu dapat
dipahami.Penemuan itu sendiri tentunya bukan dari uraian rinci, melainkan
penafsirannya yang dilakukan dalam bentuk uraian rinci dengan segala macam
pertanggungjawaban berdasarkan data-data yang nyata.Masih menurut Lexi J.
Moleong, uraian rinci berarti penafsiran yang dilakukan dalam bentuk uraian
rinci dengan segala macam pertanggungjawaban berdasarkan data-data yang nyata dalam
penelitian kualitatif.[13]
6.
Jadwal Penelitian
Penelitian skripsi ini secara keseluruhan dimulai sejak bulan Januari
2013 sampai dengan bulan Juni 2013.
NO.
|
KEGIATAN
|
JAN
|
FEB
|
MAR
|
APR
|
MEI
|
JUN
|
JUL
|
AGT
|
A
|
Persiapan
Proposal
|
||||||||
B
|
Pelaksanaan
Penelitian
|
||||||||
C
|
Penulisan
Laporan
|
7.
Teknik Penulisan
Adapun
mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada Buku Panduan Penulisan Karya Ilmiah yang
diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Al- Aziziyah Samalanga Kabupaten
Bireuen edisi-revisi 2012.
[3] Al-Bukhari, Shahih Bukhari............jld.
2 h. 37
[4] Departemen Agama RI, Al-Quran dan
terjemahannya, edisi revisi, (Surabaya : Darussunnah 2011)
[6].Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek,(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 126-127
[8]Beni
Ahmad Saebani, Metode Penelitian,
(Bandung: Pustaka Setia, 2008),h. 95.
[10]Cik
Hasan Bisri, Penuntun Penyusunan Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang
Agama Islam, Cet. I, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2001), h. 65-66.
[11]Tim Penyusun Paduan Karya Ilmiyah STAI
Al-Aziziyah, Panduan Penulisan Karya Ilmiyah, Ed Revisi, Cet 1,
(Samalanga: Al-aziziyah Press, 2004), h. 11.
[12]Lihat Purbayu Budi Santoso, “Paradigma Penelitian Kualitatif”,
(online), (2000),http://images.purbayubs.multiply.multiplycontent.com, diakses
25 september 2012.
[13]Lexy
J. Moleong, Metodologi Penelitian…, h. 183.
0 komentar:
Posting Komentar