This is default featured slide 2 title

Motivasi Belajar Ala Imam Al-Ghazali

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 21 April 2014

Zikir Ad-Diba'i Di Dayah Ash Shiddiqin



Lung Putu, Meunasah Tutong,   Pada minggu malam, 6 April 2014, Zikir Ad- Diba’I, baru saja tiba di Mns. tutong. Zikir yang kini lebih sering di Yaman, MUDI MESRA, itu datang memenuhi beberapa undangan mengisi acara dan juga menemui penggemarnya di daerah-daerah yang kota sampai beberapa tempat yang terpencil.
Ajang pencarian bakat Zikir Ad- Diba’i acara pertama yang mereka  datangi, mereka hadir sebagai pengisi acara dan sempat menyanyikan kasidaah-kasidah. Kehadiran Zikir Ad- Diba’i di panggung Dayah Ash-shiddiqin disambut antusias oleh para penggemarnya yang memenuhi studio radio FMI. Area festival Zikir Ad- Diba’I, yang biasanya tidak begitu padat, pada minggu malam itu mendadak penuh bahkan mendekati pintu keluar dari arah samping studio.
"Mereka pengin menyapa audiens karena mereka pengin ada interaksi sama fan mereka," mereka menyampaikan beberapa pesan saat ditemui di kawasan Desa Tutong, Lung Putu, Jminggu malam, 6 April 2014.
Mereka akan menghabiskan waktu semalam penuh di Dayah  Ash Shiddiqin Mns. Tutong dan mereka telah mengatur jadwal kerjanya yang padat di sini. Selain hadir dalam zikir Ad- Diba’i, mereka tampil pula dalam acara malam puncak ceramah Maulid lahirnya baginda Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Mereka  akan menjalani dua kegiatan yaitu zikir Ad Diba’I dan ceramah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. 



JUMLAH RAKA’AT TARAWIH DALAM PERSPEKTIF SYAFI’IYYAH (Studi Analisis Hadis Riwayat Jabir dan Pendapat Ulama Syafi’iyyah)


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan ampunan. Allah menempatkan bulan ini sebagai bulan yang paling istimewa dibandingkan dengan bulan lainnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi kaum muslimin untuk menyambut bulan ini dengan rasa gembira dan penuh suka cita, sehingga mereka akan dibebaskan dari api neraka. Rasulullah SAW bersabda :
من فرح بدخول رمضان حرم الله جسده على النيران[1]
Artinya : Barang siapa yang merasa senang dengan masuknya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya dari api neraka.
Bulan Ramadhan seharusnya menjadi kesempatan yang besar bagi umat Islam untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas amal sehingga di akhir bulan ini mereka akan diberikan derajat taqwa. Rasulullah sangat mendorong dan menganjurkan kita agar beribadat serta mendirikan malam pada bulan yang mulia ini. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah bersabda :
من قام رمضان ايمانا واحتساباغفر له ما تقدم من ذنبه (رواه البخاري)[2]
Artinya : Barang siapa yang mendirikan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, diampunkan baginya dosa-dosa yang telah lalu. (HR Bukhari)
Keistimewaan bulan Ramadhan dapat dibuktikan dengan adanya kelebihan-kelebihan yang tidak diperdapatkan pada bulan lainnya. Hal ini seperti terdapatnya malam lailatul qadar dan penggandaan pahala. Pada bulan ini Allah juga membuka pintu syurga, menutup pintu neraka, dan para Syaithan akan dikunci. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
اذا دخل شهر رمضان فتحت ابواب السماء وغلقت ابواب جهنم وسلسلت الشيطان (رواه البخاري)[3]
Artinya : Apabila telah masuk bulan Ramahan, pintu langit akan dibuka, neraka Jahannam dikunci, dan Syaithan dibelenggu. (HR. Bukhari)
Pada bulan Ramadhan Allah SWT mewajibkan kita untuk berpuasa. Melalui ibadah puasa diharapkan umat Islam akan terlatih untuk melawan hawa nafsu dan akhirnya akan ditinggikan derajat dengan memperoleh titel taqwa. Dalam surat Al-Baqarah ayat 183 Allah berfirman :
ياايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu, Mudah-mudahan kamu agar kamu bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah : 183)[4]
Di samping pensyariatan puasa, Allah juga mensyariatkan ibadah-ibadah sunat seperti i’tikaf dan tarawih. Ibadah shalat tarawih adalah ibadah sunat yang disyariaatkan untuk dikerjakan pada malam hari setelah pelaksanaan shalat isya untuk menghidupkan malam-malam pada bulan Ramadhan. Namun demikian, umat Islam berbeda pendapat mengenai metode pelaksanaan dan jumlah rakaatnya.
Permasalahan jumlah raka’at tarawih merupakan permasalahan yang selalu menimbulkan kontroversi di kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia. Perbedaan pendapat ini semakin mengemuka seiring lahirnya organisasi Muhammadiyah yang dipimpin oleh KH Ahmad Dahlan pada awal abad ke-20. Organisasi ini mengusung ide pembaharuan dan memberantas perbuatan-perbuatan yang mereka anggap bid’ah. Tidak sedikit ibadah-ibadah ataupun tradisi yang telah berlangsung lama di kalangan masyarakat ditentang oleh gerakan ini. Salah satu dari perbuatan bid’ah dalam pandangan mereka adalah pelaksanaan tarawih sejumlah 20 raka’at, karena hal ini tidak sesuai dengan pelaksanaan tarawih yang dilakukan pada masa Nabi.
Pada saat itu, umat Islam di Indonesia sudah terlihat semakin terpecah belah dalam hal pelaksanaan tarawih di antara 20 rakaat dan 8 rakaat dengan 2 rakaat sekali salam dan ada juga yang 4 rakaat sekali salam. Sebagian umat Islam di Indonesia masih mempertahankan metode pelaksanaan tarawih sebanyak 20 rakaat seperti yang telah dipraktekan oleh para pendahulunya sebagai ulama yang membawa Islam ke Indonesia dengan mazhab Syafi’i. Namun tak jarang juga ada sebagian dari mereka yang mulai meninggalkan tradisi lamanya dan mengikuti fatwa dari organisasi yang dipimpin KH Ahmad Dahlan tersebut. Sementara pendapat tarawih 20 rakaat juga menjadi pandangan ormas muslim lainnya seperti Nahdatul Ulama.
Perbedaan pendapat dua organisasi besar ini telah menggiring masyarakat Indonesia yang notabenenya masih didominasi oleh kalangan awam kepada sebuah dilema dan kebingungan. Umat Islam Indonesia yang mayoritasnya bermazhab syafi’i mulai bimbang dan ragu terhadap pelaksanaan tarawih yang harus mereka lakukan. Di satu sisi, keterbatasan pengetahuan dan keilmuan mereka mengharuskan mereka untuk bertaqlid dan mengikuti Imam Mujtahid yang dalam hal ini adalah Imam Syafi’i. Namun di sisi yang lain mereka juga takut akan jatuh dalam sebuah perkara bid’ah sebagimana yang difatwakan oleh sebagian kalangan. Oleh karena itu, kejelasan hukum mengenai jumlah rakaat tarawih, khususnya dalam mazhab syafii sangat dibutuhkan.
Ibadah shalat tarawih merupakan suatu ibadah yang menempati posisi dan kedudukan yang tinggi dalam hati kaum muslimin. Hal ini dapat ditandai dengan penuhnya mesjid, meunasah, surau, dan tempat-tempat lainnya dimana terdapat pelaksanaan shalat tarawih. Bahkan, antusiame umat Islam dalam hal pelaksanaan shalat tarawih membuat tempat ibadah menjadi penuh dan melebihi jumlah jamaah pada waktu lainnya. Oleh karena itu, permasalahan tarawih tidak boleh dianggap sepele meskipun hukumnya bukan wajib.
Melihat fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, ternyata permasalahan rakaat tarawih tidak hanya berputar pada masalah amaliyah, namun hal ini juga memiliki dampak sosial yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat. Perbedaan ini juga tidak jarang akan memunculkan permusuhan dan putusnya tali silaturrahmi di kalangan umat Islam. Apalagi, perbedaan ini juga menyangkut vonis bid’ah yang dilakukan oleh sebagian kalangan terhadap kelompok lainnya. Pernyataan ini jelas akan dapat memancing amarah bagi mereka-mereka yang tidak menerimanya.
Pada umumnya, masyarakat Indonesia dalam konteks fiqh bertaqlid kepada pendapat Imam Syafi’i. Para Fuqaha’ Syafi’iyyah nampaknya telah sepakat bahwa shalat tarawih berjumlah 20 rakaat dengan sepuluh kali salam. Namun pendapat ini sering dibenturkan dengan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Jabir, dimana secara zahir hadist ini menunjukkan bahwa shalat tarawih berjumlah 8 raka’at. Hadist tersebut adalah :
روى ابنا خزيمة وحبان عن جابر قال صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان ثماني ركعات ثم اوتر[5]
Artinya : Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Jabir yang berkata, Kami melakukan shalat (tarawih) bersama Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan 8 rakaat, kemudian melakukan witir. (HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Dengan melihat hadist ini, secara zahir cukup jelas menunjukkan bahwa shalat tarawih berjumlah 8 raka’at. Namun di sisi yang lain para ulama dalam mazhab Syafi’i justeru berpendapat bahwa shalat tarawih berjumlah 8 raka’at. Mereka juga menjadikan hadist riwayat Jabir sebagai salah satu dalil yang dimasukkan dalam pembahasan tarawih. Hal ini jelas sekali menunjukkan sebuah kontradiksi antara pemahaman secara zahir dari hadist riwayat Jabir dengan apa yang dikemukakan oleh para Fuqaha’ Syafi’iyyah. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana sebenarnya kedudukan hadist ini dari segi sanad, matan serta keterkaitannya dengan penetapan jumlah rakaat tarawih. Kemudian bagaimana cara yang ditempuh oleh para Fuqaha’ Syafi’iyyah dalam menetapkan bilangan raka’at tarawih serta korelasinya dengan hadist riwayat Jabir tersebut. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan ditemukan sebuah jawaban terhadap problematika umat sehubungan dengan perbedaan pendapat dalam hal penetapan jumlah rakaat tarawih khususnya di kalangan umat Islam Indonesia yang mayoritasnya bermazhab Syafi’i.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diketahui tentang pentingnya sebuah kejelasan hukum mengenai jumlah rakaat tarawih. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti dan menganalisa lebih dalam tentang permasalahan ini dengan judul penelitian “JUMLAH RAKA’AT TARAWIH DALAM PERSPEKTIF SYAFI’IYYAH (Studi Analisis Hadis Riwayat Jabir dan Pendapat Ulama Syafi’iyyah)”. Dengan demikian, penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1.      Bagaimana pendapat Ulama Syafi’iyyah mengenai jumlah raka’at tarawih dan apakah dalil yang mereka gunakan.
2.      Bagaimana status dan kedudukan hadis riwayat Jabir dari segi sanad dan keterkaitannya dengan penetapan jumlah raka’at tarawih.

C.    Tujuan Penelitian
Setiap usaha dari kegiatan yang dilakukan seseorang pada dasarnya mempunyai tujuan tertentu, demikian juga halnya dengan penelitian karya ilmiyah ini. Adapun tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah :
a.    Untuk mengetahui mengetahui pendapat Ulama dalam mazhab Syafi’i mengenai jumlah raka’at tarawih serta dalilnya.
b.    Untuk mengetahui status dan kedudukan hadis riwayat Jabir serta keterkaitannya dengan penetapan jumlah raka’at tarawih.

D.    Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
  1. Manfaat teoritis
a.       Supaya dengan adanya hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian yang mendalam sebagai pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
b.      Supaya hasil penelitian nantinya dapat memperkaya khazanah keilmuan islam.
  1. Manfaat praktis
a.       Sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan (strata satu) dibidang pendidikan.
b.      Sebagai pedoman bagi umat Islam mengenai jumlah raka’at shalat sunat tarawih yang mereka lakukan pada bulan Ramadhan.

E.     Metode penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian. Dapat dipahami bahwa metode penelitian adalah tahap-tahap dalam melakukan perjalanan dalam penelitian, sehingga proses penelitian dapat berjalan lancar berdasarkan aturan yang tertera dalam panduan penelitian.[6]Hal-hal yang dibahas diantaranya tentang pendekatan penelitian yang mencakup jenis dan sifatnya, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, keabsahan data dan jadwal penelitian. Maka penelitian tentang “Jumlah Raka’at Tarawih Dalam Perspektif Syafi’iyyahini diperlukan tahap-tahap tertentu sehingga berbagai indikasi dan identifikasi akan menempati proporsinya secara lebih tepat dan teratur. Adapun tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1.    Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif analisis, yaitu pengkajian terhadap sesuatu data serta dipaparkan dalam bentuk tulisan kemudian dianalisa, sehingga dapat melahirkan uraian yang utuh tentang permasalahan yang dikaji. Pendekatan yang digunakan adalah  pendekatan kualitatif [7]. Kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata atau kalimat. Seperti perilaku dan perspektif informanyang dihadapi dengan menafikan segala hal yang bersifat kuantitatif, sehingga gejala-gejala yang ditemukan tidak memungkinkan untuk diukur oleh angka-angka. Pendekatan ini berhubungan erat dengan sifat dari realitas sosial dan perilaku informan itu sendiri.[8]
Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah.[9]
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci.Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas.Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai.Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data dan meneliti sejarah perkembangan.

2.    Sumber Data
Sumber yang dijadikan rujukan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan data yang diperlukan, baik yang bersifat alternatif maupun kumulatif yang saling melengkapi.Oleh karena kajian skripsi ini bersifat perpustakaan (library research),maka sumber utamanya adalah kitab-kitab dalam mazhab syafi’i.kitab tersebut antara lain seperti Minhāj Al-Thālibīn karangan Imam  Al-Nawawiyyi,I’ānah Al-Thalibīn karangan Muhammad SyathāTuhfah lil muhtajkarangan Ibnu Hajar Al-haitami, Al-Mahalli karangan Jalaluddin Al-Mahalli, Hasyiah Bajuri ‘ala ibnu Qasim Al-Ghazi karangan Syekh Ibrahim Bajuri dan kitab Fiqhlainnya
Selain sumber-sumber data primer, penulisan ini juga dipandu dengan sumber-sumber data sekunder yang penulis gunakan untuk melengkapi kebutuhan data dalam penulisan skripsi ini, yaitu buku-buku yang tersedia di perpustakaan STAI Al-Aziziyah seperti 40 masalah agama, Mutiara Hujjah dan lain-lain.



3.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam penentuan metode pengumpulan data selalu disesuaikan dengan jenis dan sumber data yang diperlukan.Pada umumnya pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa metode, baik alternatif maupun kumulatif yang saling melengkapi.[10]Sesuai dengan obyek penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang penulis gunakan bersifat kepustakaan (library research), yaitu dengan pendataan dan pengumpulan sumber-sumber yang berbentuk dokumentasidari perpustakaan, baik primer ataupun sekunder yang relevan dengan pokok pembahasan.Dalam hal ini penulis berupaya mengumpulkan data dari kitab-kitab karangan ulama Syafi’iyyahdan buku-buku lainnya yang menyangkut dengan pembahasan mengenai jumlah raka’at tarawih.
.

4.    Teknik Analisa Data
Setelah diadakan penelitian pada kitab-kitab dan buku-buku yang tersebut di atas, selanjutnya dilakukan pengolahan data dan penganalisaan data. Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode komperatif, yaitu mengolah data dengan cara membandingkan data yang satu dengan yang lainnya untuk melihat sisi persamaan dan perbedaannya dalam mengambil suatu kesimpulan.[11]
Setelah dilakukan pengelompokan yang disusun secara logis dan sistematis, kemudian dianalisis secara deduktif, yaitu bertitik tolak dari data-data yang besifat khusus, dalam hal ini penulis mengemukakan data-data atau fakta-fakta baik dalam bentuk definisi ataupun konsep yang sesuai dengan topic jumlah raka’at tarawih dalam perspektif Syafi’iyyah.

5.    Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.Pelaksanaan teknik pemeriksaaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang penulis gunakan yaitu:
1.    Derajat kepercayaaan (kredibilitas)yaitu kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
2.    Keteralihan (transferabilitas)yaitu kriteria yang digunakan untuk memenuhi hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki tipologi yang sama
3.    Kebergantungan (dependabilitas)yaitu kriteria yang digunakan untuk menilai  apakah proses penelitian kualitatif bermutuatau tidak, dengan mengecek: apakah si peneliti sudah cukup hati-hati, apakah membuat kesalahan dalam mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya, pengumpulan data danpengintepretasiannya.
4.    Kepastian (konfirmabilitas)yaitu merupakan kriteria untuk menilai mutu tidaknya hasil penelitian. Jika dependabilitas digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh oleh peneliti, maka konfirmabilitas untuk menilai kualitas hasil penelitian, dengan tekanan pertanyaan apakah data dan informasi serta interpretasi dan lainnya didukung oleh materi yang ada dalam audit trail.[12]
Menurut Lexi J. Moleong, teknik pemeriksaan keabsahan data dengan konsep transferabilitas adalah teknik yang mengunakan cara uraian rinci. Teknik ini dituntut supaya melaporkan suatu penelitian sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian dilaksanakan.Jelas laporan itu harus mengacu pada fokus penelitian.Uraiannya harus mengungkapkan secara khusus sekali segala sesuatu yang dibutuhkan pembaca sehingga penemuan-penemuan yang diperoleh itu dapat dipahami.Penemuan itu sendiri tentunya bukan dari uraian rinci, melainkan penafsirannya yang dilakukan dalam bentuk uraian rinci dengan segala macam pertanggungjawaban berdasarkan data-data yang nyata.Masih menurut Lexi J. Moleong, uraian rinci berarti penafsiran yang dilakukan dalam bentuk uraian rinci dengan segala macam pertanggungjawaban berdasarkan data-data yang nyata dalam penelitian kualitatif.[13]
6.    Jadwal Penelitian
Penelitian skripsi ini secara keseluruhan dimulai sejak bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Juni 2013.
NO.
KEGIATAN
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
A
Persiapan Proposal








B
Pelaksanaan Penelitian








C
Penulisan Laporan










7.    Teknik Penulisan
            Adapun mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada Buku  Panduan Penulisan Karya Ilmiah yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Al- Aziziyah Samalanga Kabupaten Bireuen edisi-revisi 2012.




[1] Usman Al-Khaibawi, Duratun nasihin, (Semarang : Al-Munawar, tt) h. 27
[2] Al-Bukhari, Sahih bukhari, (Kairo : Darul Hadist, 2004) jld. 2 h. 62
[3] Al-Bukhari, Shahih Bukhari............jld. 2 h. 37
[4] Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya, edisi revisi, (Surabaya : Darussunnah 2011)
[5] Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfah lil muhtaj (Beirut : Dar Al-Fikri, 2009), jil.2 h.262

[6].Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 126-127
                [7]Lexi  j. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: Rosda Karya, 2005), h. 4

[8]Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),h. 95.

[9] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian..., h. 91.
[10]Cik Hasan Bisri, Penuntun Penyusunan Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Agama Islam, Cet. I, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2001), h. 65-66.
[11]Tim Penyusun Paduan Karya Ilmiyah STAI Al-Aziziyah, Panduan Penulisan Karya Ilmiyah, Ed Revisi, Cet 1, (Samalanga: Al-aziziyah Press, 2004), h. 11.

[12]Lihat Purbayu Budi Santoso, “Paradigma Penelitian Kualitatif”, (online), (2000),http://images.purbayubs.multiply.multiplycontent.com, diakses 25 september 2012.

[13]Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…, h. 183.