Senin, 21 Juli 2014

Apakah Terdapat Zat Pewarna Terlarang (Rhodamin B) Dalam Lipstik Monica

ABSTRAK


Dilakukan Identifikasi Rhodamin B pada Sediaan Lipstik Monica yang dijual di Pasar secara Kromatografi Lapis Tipis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya zat pewarna terlarang (Rhodamin B) dalam lipstik dengan menggunakan metode deskriptif melalui uji laboratorium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium AKAFARMA Yayasan Harapan Bangsa Banda Aceh pada tanggal 10 juni sampai dengan 12 Juni 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah Lipstik yang dijual di Pasar Aceh, sampel yang digunakan adalah lipstik  merk monica yang dijual di Pasar Aceh. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa nilai Rf pada larutan baku adalah 0.8 cm, spike1 0.8 cm, spike2 0.81 cm, sampel1 0.44 cm, sampel2 0.43. Warna bercak yang dihasilkan pada kedua sampel yaitu pink. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pada kedua sampel tidak mengandung zat warna terlarang (Rhodamin B) (-).


Kata Kunci : Lipstik, Rhodamin B dan KLT. 




BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang
Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, M.S, 1997).
Setiap orang akan sependapat bahwa dasar kecantikan adalah kesehatan. Orang sakit tentunya tidak akan terlihat cantik. Sehat dalam arti luas adalah keadaaan sejahtera fisik, mental dan sosial. Kulit sehat berarti kulit yang tidak menderita suatu penyakit, baik penyakit yang mengenai kulit secara langsung ataupun penyakit dalam tubuh yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan kulitnya. Penampilan kulit sehat dapat dilihat dari struktur fisik kulit berupa warna, kelenturan, dan tekstur kulit (Wasitaatmadja, M.S, 1997).
Dewasa ini, masyarakat terutama wanita dituntut untuk lebih menarik dan sehat terutama dari segi penampilan. Bahkan, tidak sedikit dana yang dikeluarkan untuk pembelian produk kosmetik maupun perawatan kulit, salah satunya adalah lipstik. Untuk produk lipstik, semua wanita mengenalnya, tak ada wanita yang tak pernah memakainya. Bahkan ada beberapa wanita memandangnya sebagai sebuah kebutuhan dan tidak akan merasa nyaman kalau tidak memakainya. Lipstik digunakan oleh para wanita untuk menambah warna pada bibir sehingga tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi bibir lebih kecil atau besar, tergantung warna yang digunakan. Hal tersebut menjadikan industri kosmetik berlomba-lomba membuat produk lipstik yang banyak diminati oleh kaum hawa. Beraneka lipstik ditawarkan, bermacam merk, jenis dan warna. Biasanya wanita memilih lipstik terutama karena warnanya, dimana dapat meningkatkan kesempurnaan dalam tata rias wajah. Kini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah ditemukan zat warna sintetik, sehingga produsen kosmetik lebih memilih zat warna sintetik (Ditjen POM RI, 2001).
Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, penggunaanya lebih praktis dan biasanya lebih murah. Namun, disamping keuntungan itu semua, pewarna sintetik dapat memberikan efek yang kurang baik pada kesehatan.
Berdasarkan keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan No 33086/C/SK/II/90 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetik terdapat beberapa zat warna yang dilarang penggunaannya, merupakan pewarna untuk tekstil, dalam sediaan kosmetik karena berpengaruh buruk untuk kesehatan. Zat warna tersebut salah satunya adalah Merah K10 (Rhodamin B, C.I.Food Red 15, D&C Red No.19).
Rhodamin B merupakan salah satu zat warna yang biasa dipergunakan dalam bidang industri kertas dan tekstil. Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernafasan serta merupakan zat yang bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati (Ditjen POM RI, 2001).
Starberita-Medan, berdasarkan hasil uji kosmetik 2010 yang dilakukan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan, dari 478 sampel produk kosmetik diperoleh sebanyak 10,46 persen kosmetik yang tidak memenuhi syarat karena mengandung pewarna yang dilarang dan bahan merkuri. Kosmetik tersebut yang paling banyak seperti lipstik dan krem pemutih. Satu kosmetik mengandung pewarna Rhodamin B yaitu jenis terlarang karena bersifat karsinogenik pada lipstik. Selain itu, kasus kosmetik ilegal atau tidak terdaftar sebanyak 5.598 kemasan pada 19 sarana. Asal produk kosmetik yang ilegal tersebut adalah kebanyakan produk dari merk luar seperti China (Starberita.com, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui apakah Rhodamin B terdapat pada lipstik. Maka dengan penelitian ini diharapkan penelitian dapat bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih produk kosmetik yang dipasarkan. Untuk itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Rhodamin B pada Sediaan Lipstik Monica yang Dijual di Pasar Aceh Secara Kromatografi Lapis Tipis”.

1.2  Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitiaan ini adalah apakah terdapat zat pewarna terlarang (Rhodamin B) dalam lipstik monica?

1.3  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya zat pewarna terlarang (Rhodamin B) dalam lipstik.


1.4   Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut :
1.      Penambahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
2.      Sebagai referensi kepustakaan bagi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Yayasan Harapan Bangsa Banda Aceh.
3.      Untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar lebih teliti dalam memilih lipstik yang yang beredar di pasaran saat ini.

1.5  Keterbatasan Penelitian
Mengingat keterbatasan biaya waktu dan bahan-bahan tersedia maka pengujian ini hanya dilakukan untuk mengidentifikasi bahan pewarna Rhodamin B dalam lipstik secara kromatografi lapis tipis.













BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN


2.1  Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata Yunani ‘kosmetikosyang berarti keterampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono, 2007).
            Dalam definisi kosmetik di atas, yang dimaksud dengan ‘tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit’ adalah sediaan tersebut biasanya tidak mempengaruhi struktur dan fungsi kulit. Namun bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia meskipun berasal dari alam dan organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit, maka dalam hal tertentu kosmetik itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan fungsi kulit tersebut.
            Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit diperlukan jenis kosmetik tertentu bukan hanya obat. Selama kosmetik tersebut tidak mengandung bahan berbahaya yang secara farmakologis aktif mempengaruhi kulit, penggunaan kosmetik jenis ini menguntungkan dan bermanfaat untuk kulit itu sendiri (Tranggono, 2007).

2.2  Penggolongan kosmetik
Penggolongan kosmetik antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi kulit.
A.  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi kedalam 13 kelompok:
1.    Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi.
2.    Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule.
3.    Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow.
4.    Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water.
5.    Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray.
6.    Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut.
7.    Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik.
8.    Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes.
9.    Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant.
10.     Preparat kuku, misalnya cat kuku dan lotion kuku.
11.     Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung.
12.     Preparat cukur, misalnya sabun cukur.
13.    Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation (Tranggono, 2007).

B.  Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan :
1.    Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern (termasuk antaranya adalah cosmetics).


2.    Kosmetik tradisional :
a.         Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara turun-temurun.
b.        Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar tahan lama.
c.         Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar tradisonal dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional (Tranggono, 2007).
C.  Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit :
1.    Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya:
a.         Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).
b.        Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturiz-ing cream, night cream, anti wrinkle cream.
c.         Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream, dan sunscreen foundation, sun block cream/lotion.
d.        Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver).





2.      Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence). Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan zat pewangi sangat besar (Tranggono,2007).

2.3  Peraturan Perundang-undangan Pembuatan Kosmetik
Tidak setiap orang mampu membuat produk kosmetikyang baik (memenuhi standar mutu atau kualitas) dan aman. Oleh karena itu Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI telah menyusun berbagai peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan masalah pembuatan kosmetik. Peraturan perundang-undang tersebut antara lain :
1.      Peraturan tentang izin produksi dari Menteri Kesehatan RI No. 236/Menkes/Per/XI/1977.
2.      Pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan terhadap industri kosmetik termasuk sarana produksi dan distribusi pada saat dan selama industri mulai dan sedang berjalan untuk mencegah produksi kosmetik yang tidak memenuhi syarat, substandar, dan kasus pemalsuan.
3.      Peraturan mengenai keharusan untuk mendaftarkan produk kosmetik (registrasi) melalui mekanisme tertentu dalam Surat Keputusan Direktur Jendral POM Departemen Kesehatan RI No. 178/C/SK/01/1986 tentang Tata Cara Pendaftaran Baru dan Pendaftaran Ulang Kosmetikdan Alat Kesehatan. Kosmetik yang tidak memenuhi syarat atau mengandung zat yang dilarang tidak akan diberi nomor registrasi dan dilarang beredar di Indonesia.
4.      Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).
5.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 359/Menkes/Per/IX/1983 mengenai bahan yang boleh dan tidak diperbolehkan dalam kosmetik.
6.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/Menkes/Per/XI/1976 tentang produksi dan peredaran kosmetik.
7.      Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang wadah, pembungkus dan penandaan produk kosmetik No. 96/Menkes/Per/V/1977.
8.      Keputusan Menteri Kesehatan RI mengenai standar mutu atau pesyaratan yang telah ditetapkan No. 85/Menkes/SK/III/1981.
9.      Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik.
10.  Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
11.  Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.42.1018 Tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik.
12.  Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.42.2995 Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik.
13.  Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.1.42.4974 Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Kosmetik ( relubook-jica.ekon.go.id/indonesia/4619_HK.03.42.06.10.4556_i.
html ).
2.4  Zat Pewarna
Zat warna merupakan zat atau campuran yang dapat digunakan sebagai pewarna dalam kosmetik atau tanpa bantuan zat lain.
Pewarna yang digunakan dalam kosmetik umumnya terdiri atas 2 jenis yaitu:
a.       Pewarna yang dapat larut dalam cairan (soluble), air, alkohol atau minyak. Contoh warna kosmetik ialah : pewarna asam (acid dyes) yang merupakan golongan terbesar pewarna pakaian, makanan, dan kosmetik. Unsur terpenting dari pewarna ini adalah gugus azo; (ii) solvent dyes yang larut dalam air atau alcohol, misal : merah DC, merah hijau No. 17, violet, kuning; (iii) Xanthene dyes yang dipakai dalam lipstik, misalnya DC orange, merah dan kuning.
b.      Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan (insoluble), yang terdiri atas bahan organik dan inorganik, misalnya lakes, besi oksida.
Tidak semua zat warna dapat digunakan untuk kosmetik. Kulit dibeberapa bagian tubuh sensitif terhadap warna tertentu sehingga memerlukan warna khusus, seperti kulit sekitar mata, kulit sekitar mulut, bibir, dan kuku. Penggunaan zat warna untuk kosmetik di Indonesia telah ditetapkan melalui SK dan Permenkes (Wasitaatmadja, M.S, 1997).

2.5  Lipstik
2.5.1    Karakteristik
Lipstik adalah sediaan kosmetik yang mengandung bahan dasar pewarna dan parfum yang digunakan pada bibir untuk mempercantik bibir dimana pemakaiannya dengan cara dioleskan pada bibir (Tranggono, 2007).
Lipstik merupakan make-up bibir yang anatomis dan fisiologisnya agak berbeda dari kulit bagian badan lainnya. Misalnya, stratum corneumnya sangat tipis dan dermisnya tidak mengandung kelenjar keringat maupun kelenjar minyak, sehingga bibir mudah kering dan pecah-pecah terutama jika dalam udara yang dingin dan kering. Hanya air liur yang merupakan pembasah alami untuk bibir
(Tranggono, 2007).

2.5.2        Persyaratan Lipstik
Lipstik yang baik harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :
1.      Tidak mengeluarkan air.
2.      Tidak mudah pecah atau patah.
3.      Warnanya stabil dan terbagi rata.
4.      Titik leleh antara 500C-600C (Sartono, 2001).

2.5.3    Komposisi lipstik
Bahan-bahan utama dalam lipstik adalah :
1.    Lilin
Misalnya : carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beeswax, candellila wax, spermaceti, ceresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik.
2.    Minyak
Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasar kemampuannya melarutkan zat-zat warna eosin. Misalnya : minyak castor, tetrahydrofurfuryl alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol beserta monothers dan monofatty acid esternya, isopropyl myristate, isopropyl palmitate, butyl stearate, paraffin oil.

3.    Lemak
Misalnya : krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya hydrogenated castor oil), cetyl alcohol, oleyl alcohol, lanolin.
4.    Acetoglicerides
Direkomendasikan untuk memperbaiki sifat thixotropik batang lipstik sehingga meskipun temperatur berfluktuasi, kepadatan lipstik konstan.
5.    Zat-zat pewarna (coloring agents)
Zat pewarna yang dipakai secara universal didalam lipstik adalah warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit dan kelarutannya dalam minyak.
6.    Surfaktan
Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat.
7.    Antioksidan
8.    Bahan pengawet
9.    Bahan pewangi (fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring), harus menutupi bau dan rasa kurang sedap dari lemak-lemak dalam lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan (Tranggono, 2007).
2.6  Rhodamin B
 



Gambar 2.1 Rumus bangun Rhodamin B
Rhodamin B memiliki rumus kimia : C28H31N2O3Cl dan berat molekul 479 gr/mol. Zat warna ini memiliki berbagai nama lain yaitu : tetra etil rhodamin, Rheoninene B, D dan C Red No 19. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal hijau, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam berbentuk larutan berwarna merah terang berpendar (berfloruresensi) (Depkes RI, 1995).
Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan tekstil. Rhodamin B seringkali disalah gunakan untuk pewarna pangan dan pewarna kosmetik, misalnya sirup, lipstik, pemerah pipi, dan lain-lain. Pewarna ini terbuat dari dietill aminophenol dan phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini sangat toksik bagi manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas, wol, dan sutra (Anonimous, 2010).

2.7  Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode kromatografi cair yang paling sederhana untuk memisahkan senyawa secara cepat dengan menggunakan penyerap. Sejumlah penyerap yang berbeda-beda dapat diratakan pada plat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi. Walaupun silika gel yang paling sederhana digunakan. KLT memiliki kepekaan yang tinggi dan dapat memisahkan senyawa yang jumlahnya sedikit dari ukuran µg (Harborne, 1987).
            Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :
1.      Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2.      Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
3.      Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
4.      Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa bergerak.
5.      Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan.
6.      Teknik percobaan.
7.      Jumlah cuplikan yang digunakan.
8.      Suhu.
9.      Kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985).




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1    Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif laboratorium untuk mengetahui zat pewarna pada lipstik secara kromatografi lapis tipis.

3.2    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Akademi Analis Farmasi dan Makanan Yayasan Harapan Bangsa Banda Aceh, yang dilakukan pada tanggal 10-12 Juni 2013.

3.3    Populasi dan Sampel
3.3.1    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah lipstik merk monica. Produk : Jofanca Kosmetik Indonesia yang dijual di Pasar Aceh.
3.3.2    Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah lipstik merk Monica yang dijual di Pasar Aceh.

                                                                        No Reg            : CD 0905010008
                                                                                    No Reg            : CD 0905010005

     Gambar : 3.1 Lipstik Monica

3.3.3    Teknik pengambilan sampel
            Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling.

3.3.4    Tabel Data Sampel
Tabel 3.1 Data Sampel

No
Nama sampel
Warna
No registrasi
Pabrik
1
Monica
Merah
CD 0905010008
No. Reg
PT.JOFANCA KOSMETIK
2
Monica
Merah Cabe Tua
CD 0905010005
No. Reg
PT.JOFANCA KOSMETIK

3.4    Alat dan Bahan
3.4.1    Alat
            Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Tabung reaksi, pipet tetes, pipet volum, bola hisap, timbangan, cawan porselen, kaki tiga, lampu spiritus, batang pengaduk, kertas saring, plat silika, pipet kapiler, chamber, labu ukur, gelas kimia, rak tabung, sarung tangan, masker.

3.4.2    Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Metanol, Asam klorida 4 N, Paraffin cair, Natrium sulfat anhidrat, Aquadest, Etil asetat, n-butanol, Amoniak, baku pembanding (Rhodamin B).





3.5  Pembuatan Reagensia
3.5.1    Pembuatan Reagen Asam Klorida 4 N
1.      Dipipet 3,3 ml Asam Klorida P.
2.      Dimasukkan dalam labu 10 mL
3.      Ditambahkan aquadest sampai tanda batas.

3.5.2    Pembuatan Baku Rhodamin B
1.      Ditimbang 25 mg Rhodamin B
2.      Dilarutkan dalam 25 mL metanol.

3.6  Prosedur kerja
3.6.1    Uji Pendahuluan
Sampel/lipstik merek Monica :
Persiapan Sampel
1.    Ditimbang lipstik ± 300 mg.
2.    Dimasukkan kedalam tabung reaksi.
3.    Ditambahkan 4 mL metanol, lalu diaduk sampai larut dan tercampur rata.
4.    Kemudian dilihat adanya fluoresensi diuji dengan cahaya matahari berpantul dengan relatif hitam.
5.    Bila adanya fluoresensi kehijauan menandakan positif Rhodamin B
(Iin febrianti, Dkk. 2007).




3.6.2        Kromatografi Lapis Tipis
a.    Larutan A
1.    Ditimbang lipstik ± 500 mg.
2.    Dimasukkan dalam cawan porselin.
3.    Ditambahkan asam klorida 4 N 0,5 mL, 1 mL paraffin cair dan 0,01 mg natrium sulfat anhidrat.
4.    Kemudian panaskan diatas penangas air sampai sampel meleleh.
5.    Ditambahkan 5 mL metanol dan diaduk agar tercampur rata dan saring.
6.    Filtrat dilakukan untuk identifikasi (Iin febrianti, Dkk. 2007).

b.      Larutan B
1.    Ditimbang 25 mg zat warna baku Rhodamin B.
2.    Dilarutkan dalam 25 mL metanol (Iin febrianti, Dkk. 2007).

c.       Larutan C
1.    Larutan A ditambah dengan larutan B (Iin febrianti, Dkk. 2007).
Cara kerja :
1.        Larutan A, B, dan C ditotolkan pada plat 20 x 10 secara terpisah.
2.        Penotolan 2 cm dari tepi bawah dan jarak penotolan 1.5 cm.
3.        Kemudian lempeng silika gel dimasukkan pada chamber berisi eluen yang telah dijenuhkan.
4.        Eluen dibuat dari etil asetat, n-butanol, dan amoniak (10:27.5:12.5).
5.        Chamber ditutup rapat dan dielusikan dengan jarak rambat eluasi 15 cm.
6.        Lempeng dikeluarkan, dikeringkan diudara kemudian dideteksi dengan sinar ultra violet panjang gelombang 254 nm, penampakan bercak berwarna merah muda bila sampel mengandung zat warna Rhodamin B.
7.        Hasil dinyatakan positif bila warna bercak antara sampel dengan baku sama atau saling mendekati dengan selisih harga ≤ 0,2 nm
(Iin febrianti, Dkk. 2007).

















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1    Hasil Penelitian
       Hasil analisis kromatografi lapis tipis pada lipstik Monica, diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel dibawah :
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan

No
Baku, sampel dan spike
Warna bercak
Jarak Tempuh Noda
(cm)
Jarak Tempuh Pelarut (cm)
Nilai Rf
(cm)
Keterangan
1
Baku pembanding Rhodamin B
Pink
12
15
0.8
(+)
2
Spike Lipstik 1
Pink
12
15
0.8
(+)
3
Sampel 1
(merah)
Pink
6.6
15
0.44
(-)
4
Spike Lipstik 2
Pink
12.2
15
0.81
(+)
5
Sampel 2
(merah cabe tua)
Pink
6.5
15
0.43
(-)
Keterangan : (-) Negatif mengandung Rhodamin B
(+) Positif mengandung Rhodamin B
Sampel 1 = merah
Sampel 2 = merah cabe tua
                                                                                               





4.2    Pembahasan
       Berdasarkan hasil pengujian, identifikasi ada atau tidaknya Rhodamin B dalam lipstik merk Monica yang dilakukan dilaboratorium Akafarma yang dapat dianalisa dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis.
       Uji pendahuluan pada pengujian ini menunjukkan bahwa lipstik merk Monica negatif tidak mengandung zat warna Rhodamin B. Pada kromatografi lapis tipis
( KLT ) fase diam yang digunakan dalam pengujian ini adalah silika gel GF254 dan fase gerak yang digunakan bersifat polar, etil asetat : n-butanol : amoniak perbandingan ( 10:27.5:12.5 ). Dalam hal ini dilakukan eluen yang bersifat polar agar dapat mengelusi zat warna dengan baik karena zat warna juga bersifat polar, sebelum proses elusi dimulai, chamber dijenuhkan terlebih dahulu diuapkan fase gerak dengan menggunakan kertas saring sebagai acuan kejenuhan. Apabila fase gerak telah membasahi seluruh kertas saring sampai mencapai ketinggian chamber, maka dikatakan atmosfer dalam chamber telah terjenuhkan dengan uap fase gerak.
       Pada saat pengujian kromatografi lapis tipis sampel ditimbang kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen ditambahkan asam klorida 4 N 0.5 mL, paraffin cair 1 mL dan 0.01 mg natrium sulfat anhidrat, dipanaskan sampai meleleh kemudian ditambahkan 5 mL methanol, saring, dilakukan dengan dua sampel dengan cara yang sama. Kemudian membuat larutan spike dengan dua sampel, setelah semua larutan jadi. Kemudian ditotolkan sampel pada plat silika gel 20 x 10 secara terpisah dengan jarak penotolan 1.5 cm, kemudian dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan. Chamber ditutup rapat dan dielusikan dengan jarak rambat 15 cm, plat dikeluarkan, dikeringkan diudara kemudian dihitung harga Rfnya.
       Harga Rf yang diperoleh dari baku dan sampel yaitu, baku standar 0.8 cm, sampel1 (merah) = 0,44 cm, sampel2 (merah cabe tua) = 0,43 cm, sampel1 + Rhodamin B = 0,8 cm , sampel2 + Rhodamin B = 0,81 cm. Dari hasil uji KLT ketiga totolan antara spike 1, spike 2 dan larutan baku mendekati. Sedangkan pada kedua sampel antara jarak noda spike 1, spike 2 dan larutan baku tidak mendekati. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa kedua sampel tidak menggunakan zat warna dilarang ( Rhodamin B ), dilihat berdasarkan harga Rfnya.
      

















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1    Kesimpulan
       Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa dalam lipstik Monica Produk : Jofanca Kosmetik Indonesia tidak mengandung zat pewarna Rhodamin B.

5.2    Saran
1.      Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui zat pewarna lain pada Lipstik Monica dengan menggunakan metode lain seperti : Kromatografi kertas, Kromatografi kolom, dll.
2.      Sebaiknya pengujian dilanjutkan dengan merk lain.










DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2011. http://medanpunya.com/mpc-medan/16798. diakses 16 April 2013
Depkes RI, 1995. Undang-undang RI.No. 23 tahun 1992. Tentang Kesehatan. Jakarta.

Ditjen POM RI, 2001. Metode Analisis PPOMN. Jakarta.
Harbone. J. B, 1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisa Tumbuhan Penerjemah : Kokasih. P. Terbitan Kedua ITB. Bandung.

Hardjono Sastrohamidjojo, 1985. Kromatografi, Liberty. Yogyakarta.
Iin Febrianti, DKK, 2007. Skripsi Analisa Pewarna Berbahaya Lipstik. ITB. Bandung.
Tranggono Retno Iswari dan Latifah Fatma, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sartono, 2001. Racun dan Keracunan, Widya Medika. Jakarta.
Starberita.com,2007.http://www.starberita.com/index.php?option=com_content&view+article&i            d+21071:1046-persen-kosmetik-di-medan-mengandung-pewarna-dan                                             mercuri&catid=37:medan&itemid=457

Wasitaatmadja, M.S, 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Universitas Indonesia, Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar