Kamis, 10 Juli 2014

Argumentasi Problema Pada Hukum Zakat Profesi Pegawai




ABSTRAK

                                                                                        

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Dan zakat profesi pegawai merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi pegawai bila telah sampai pada nishābnya. Hasil yang diperoleh seorang Mukmin dan yang diperintahkan untuk dinafkahkan adalah sebagian darinya. Kajian ini mencoba menelaah tentang zakat pada profesi pegawai baik argumentasinya maupun kadar dan haulnya terjadi perbedaan pandangan di kalangan ulama fiqh. Antara lain, pandangan ulama fiqh Syāfi’iyyah dan ulama fiqh kontemporer Yusuf Qardhawi saling bertentangan tentang hal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan kedua ulama fiqh tersebut tentang konsep hukum, argumentasi dan kadar nisabnya zakat profesi pegawai sehingga dapat dijadikan sebagai bahan input bagi masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya deskriptif-komparatif. Di mana dengan penelitian ini penulis dapat mendeskripsikan pandangan kedua pakar fiqh tersebut tentang zakat  profesi dan membandingkan antara kedua pakar tersebut. Dari penelitian ini penulis menemukan bahwa konsep hukum zakat profesi pegawai menurut fiqh Syāfi’iyyah wajib dizakati atas dasar zakat tijārah (perniagaan) yang disyaratkan pada haul dan kadar nisabnya dikiaskan pada zakat tijārah tersebut. Sedangkan menurut fiqh kontemporer zakat profesi wajib dizakati secara mutlak tanpa memandang kepada haul dan kadar nishābnya dikiaskan pada zakat pertanian. 


BAB IV
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan berbagai penjelasan yang telah penulis sebutkan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa konsep hukum zakat profesi berdasarkan teori dari sudut pandang fiqh Syāfi’iyyah dan fiqh Kontemporer Yusuf Qardhawi adalah sebagai berikut:
1.      Dari perspektif fiqh Syāfi’iyyah adalah Penghasilan dari profesi yang diniatkan kepada tujuan tijārah dapat diambil zakatnya sebagai kewajiban dengan hitungan zakat tijārah bila sudah setahun dan cukup senisab. Sedangkan argumentasi pakar fiqh Syāfi’iyyah adalah bahwa menyewakan potensi diri sendiri melalui profesi merupakan suatu barang yang bisa diperuntukkan tijārah manakala niat tijārahnya dibarengi dengan usaha yang mendapatkan hak ganti yang  murni dan ketentuan nisab terhadap kadar zakat penghasilan (profesi) dianalogikan dengan zakat perdagangan atau emas yaitu 85 gram emas murni 24 karat, dan kadar zakatnya 2,5 %.
2.      Dari perspektif fiqh Kontemporer Yusuf Qardhawi adalah Zakat profesi dihitung hasil penghasilannya sebagai zakat wajib yang sudah mencapai nisab walaupun belum sampai haulnya (akhir tahun) sebagaimana berlakunya hitungan hasil dari zakat pertanian. Sedangkan argumentasi pakar fiqh kontemporer adalah bahwa penghasilan dari profesi merupakan Kasb al-‘Amal Wa al-Mihan al-Hurrah yang secara umum memang menggambarkan harta mustafād (penghasilan) yang wajib dizakati dan ketentuan nisab terhadap kadar zakat penghasilan (profesi) dianalogikan dengan zakat pertanian yaitu senilai 653 kg beras, sedangkan kadar zakatnya yaitu 2,5 %.
B.     Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis angkat serta merangkumnya dalam sebuah kesimpulan, penulis akan memaparkan beberapa saran-saran, yaitu sebagai berikut :
  1. Hendaknya konsep hukum zakat profesi pegawai menurut fiqh Syāfi’iyyah dan kontemporer diketahuikan kerajihan dan kemantapan dalil-dalil mana yang shahih dan kuat.
  2. Perlu adanya kajian yang terbenar tentang konsep hukum zakat profesi oleh peneliti di masa yang akan datang agar tuntutan zakat profesi dapat direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar