ABSTRAK
Zakat
adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Dan zakat profesi pegawai merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi pegawai bila telah sampai pada nishābnya. Hasil yang diperoleh seorang Mukmin dan yang
diperintahkan untuk dinafkahkan adalah sebagian darinya. Kajian ini mencoba
menelaah tentang zakat
pada profesi pegawai baik argumentasinya maupun kadar dan haulnya
terjadi perbedaan pandangan di kalangan ulama fiqh. Antara lain,
pandangan ulama fiqh Syāfi’iyyah dan ulama fiqh kontemporer Yusuf
Qardhawi saling bertentangan tentang hal tersebut. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pandangan kedua ulama fiqh tersebut
tentang konsep hukum, argumentasi dan kadar nisabnya zakat profesi pegawai
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan input bagi masyarakat dan
pemerintah. Dalam
hal ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya
deskriptif-komparatif. Di mana dengan penelitian ini penulis dapat
mendeskripsikan pandangan kedua pakar fiqh tersebut tentang zakat profesi dan membandingkan antara kedua
pakar tersebut. Dari penelitian ini penulis menemukan bahwa konsep hukum zakat profesi
pegawai menurut fiqh Syāfi’iyyah wajib dizakati atas dasar zakat tijārah
(perniagaan) yang disyaratkan pada haul dan kadar nisabnya dikiaskan
pada zakat tijārah tersebut. Sedangkan menurut fiqh kontemporer
zakat profesi wajib dizakati secara mutlak tanpa memandang kepada haul dan
kadar nishābnya dikiaskan pada zakat pertanian.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan berbagai
penjelasan yang telah penulis sebutkan pada bab-bab sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa konsep hukum zakat profesi berdasarkan teori dari sudut
pandang fiqh Syāfi’iyyah dan fiqh Kontemporer Yusuf Qardhawi
adalah sebagai berikut:
1.
Dari perspektif fiqh Syāfi’iyyah
adalah Penghasilan dari profesi yang diniatkan kepada tujuan tijārah
dapat diambil zakatnya sebagai kewajiban dengan hitungan zakat tijārah
bila sudah setahun dan cukup senisab. Sedangkan argumentasi pakar fiqh Syāfi’iyyah adalah bahwa menyewakan potensi diri sendiri melalui
profesi merupakan suatu barang yang
bisa diperuntukkan tijārah manakala niat tijārahnya dibarengi
dengan usaha yang mendapatkan hak ganti yang
murni dan ketentuan nisab terhadap kadar
zakat penghasilan (profesi) dianalogikan dengan zakat perdagangan atau emas
yaitu 85 gram emas murni 24 karat, dan kadar zakatnya 2,5 %.
2.
Dari perspektif fiqh Kontemporer Yusuf
Qardhawi adalah Zakat
profesi dihitung hasil penghasilannya sebagai zakat wajib yang sudah mencapai nisab
walaupun belum sampai haulnya (akhir
tahun) sebagaimana berlakunya hitungan hasil dari zakat pertanian. Sedangkan
argumentasi pakar fiqh kontemporer adalah bahwa penghasilan dari profesi
merupakan Kasb al-‘Amal Wa al-Mihan al-Hurrah yang secara umum memang
menggambarkan harta mustafād (penghasilan) yang wajib dizakati
dan ketentuan nisab terhadap kadar zakat penghasilan (profesi)
dianalogikan dengan zakat pertanian yaitu senilai 653 kg beras, sedangkan kadar
zakatnya yaitu 2,5 %.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis angkat serta merangkumnya
dalam sebuah kesimpulan, penulis akan memaparkan beberapa
saran-saran, yaitu sebagai berikut :
- Hendaknya konsep hukum zakat profesi
pegawai menurut fiqh Syāfi’iyyah dan kontemporer diketahuikan
kerajihan dan kemantapan dalil-dalil mana yang shahih dan kuat.
- Perlu
adanya kajian yang terbenar tentang konsep hukum zakat profesi oleh
peneliti di masa yang akan datang agar tuntutan zakat profesi dapat direalisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar