Selasa, 01 Juli 2014

KAJIAN HUKUM TARAWIH ANTARA 20 DAN 8 RAKAAT


KAJIAN HUKUM TARAWIH ANTARA 20 DAN 8 RAKAAT



Pada kesempatan ini akan saya coba membahas dengan tiga sudut pandang :
Ø  Lughah ( bahasa).
Ø  Sejarah.
Ø  Ijma’.
1.      Tinjauan lugah
Kata التَّرَاوِيْحِ adalah bentuk jamak dari mufradnya ترويحة yang di ambil dari kata الراحة yang artiya satu kali istirahat, kataالتَّرَاوِيْحِdalam bentuk jamak, memiliki arti jamak pula, artinya banyak beristirahat, minimalnya tiga kali istirahat.Penamaan shalat “tarawih” dikarenakan mereka duduk beristirahat setelah mengerjakan sembahyang empat rakaat. Setiap empat rakaat dinamakan ترويحة(sekali beristirahat),
وَسُمِيَتْ بِالتَّرَاوِيْحِ لِأَنَّهُمْ كَانُوْا يَسْتَرِيْحُوْنَ بَعْدَ كُلِّ تَسْلِيْمَتَيْن[1]ِ
Penamaan shalat tarawih karena mereka (sahabat)istirahat setiap dua salam.
bila 8 rakaat berati dua kali istirahat, dari  segi kebahasaan 8 rakaat belum dikatakan التَّرَاوِيْحِ,karena hanya terdapat dua kali istirahat. Sehingga tidak cocok pelaksanaan tarawih 8 rakaat dinamakan tarawih.

2.Sejarah 
            Sekarang kita merefleksi kebelakang, memandang kepada orang-orang yang telah mendahului kita mulai dari para sahabat, tabi’in, hingga para Ulama, yang mana silsilah ilmu mereka tidak diragukan lagi, sangat jelas berantai dan bersumber dari Nabi SAW. Bila kita melihat dari sudut pandang sejarah, baik sejarah yang kita ketahui lewat kitab-kitab warisan mereka, ataupun melalui cerita yang sahih sumbernya, maka nyata pada kita bahwa pelaksanaan tarawih mulai semenjak masa Rasulullah dan para sahabat, kemudian para tabi’ –tabi’in hingga generasi ke generasi pelaksanaan tarawih adalah 20 rakaat, tidak terjadi pertentangan. Masa sahabat, yaitu  sahabat Umar bin khatab telah terbukti bahwa sayyidina Umar pernah memerintahkan Ubay bin Ka`ab untuk mengimami shalat tarawih sebanyak 20 rakaat, tarawih 20 rakaat memiliki bukti sejarah  yang kongkrit, sejak masa sahabat sampaimasakini. bahkan tidak ditemukan bukti sejarah pada masa sahabat, tabi’-tabi’in, dan para imam mujtahid, bahwa pelaksanakan shalat tarawih 8rakaat.Di masjid yang menjadi panutan bagi seluruh umat muslim di dunia yaitu masjidil haram dan masjid nabawipelaksanakanshalat tarawih adalah 20 raka’at,semenjak zaman sahabat hingga sekarang ini, tidak ditemukan sejarah bahwa pelaksanaan shalat tarawih dimesjidil haram dan mesjid nabawi pelaksanaannya 8 rakaat, karena tidak ditemukannya bukti sejarah. sebagaimana pemaparan yang telah saya paparkan maka pendapat tarawih 8 rakaat perlu dikritisi, karena merupakan pemahaman dan amalan yang baru muncul di abad 19, yang mana hal tersebut sebelumnya tidak diperdapatkan.
3.Ijma’
§  Sudutpandang usul fiqh ( ijma’)
Ijma` merupakan pijakan hukum, sama halnya seperti ayat dan hadis bahkan ijmak kekuatanya juga qat’i, Ijmak adalah ittifaq paraMujtahid di kalangan umat Muhammad sesudah wafat Nabi,
 Ketika Umar bin khatab memerintahkan Ubay bin Ka`ab untuk mengimami shalat tarawih sebanyak 20 rakaat, tidak seorang  sahabatpun yang protes, yang mengingkar atau menganggap bertentangan dengan sunnah Nabi SAW.  Apabila yang beliau lakukan itu menyalahi dengan sunnah RasulullahSAW, mengapa para shahabat semuanya diam?. Ini menunjukkan bahwa mereka setuju dengan apa yang dilakukan oleh Umar RA. Inilah yang menjadi ijma’.
Ijma` para shahabat, kemudian diikuti oleh para tabi`in dan imam mujtahid setelahnya. Ijma’ Imam Mujtahid, terhadap jumlah rakaat tarawih adalah 20 rakaat, mereka berlandaskan terhadap ijma’ para sahabat sebagaimana tertera dalam kitab “fiqh ‘ala mazhab arba’ah’” hal,18jilid 2, karanganAbdu Rahman. Bila suatu hukum telah ijmak maka tidak boleh dirobah atau dilanggar.Setiap hukum yang telah ijma’ mesti kita ikuiti, karena Nabi SAW berkata: tidak terdapat kesesatan pada ijmak.
Sebenarnya ijmak para mujtahid sangat memadai dalam penentuan rakaat tarawih, hanya saja sebagian kelompok yang terjadi khilafiah (perbedaan), mereka mengatakan jumlah tarawih adalah 8 rakaaat, mereka berpendapat seperti demikian, bukan karena kepandaian dan kedalaman ilmu mereka, tetapi justru karena kebodohan dan kelengahan mereka dalam memahami hadis, bila mereka mengikuti para sahabat, dan mengikutipara ulama, maka khilafiah ini tidak akan terjadi, karena keangkuhan dan kesombongan, mereka ingin tampil beda, tidak mengikuti para sahabat dan para ulama, sehingga mereka berpendapat diluar jalur yang benar. sebenarnya hal ini bukan khilafiah, karena khilafiah berlaku bagi imam mujtahid, sedangkan mereka bukan mujtahid maka yang pantas dikatakan bukan khilafiah tetapi adalah khilaf pendapatan.
Alhamdulillah Allah masih memberi taufiq dan hidayah kepada kita, sehingga masih mengikuti pendapat-pendapat para ulama, dan selalu senantiasa mendengar bimbingan dari mereka.
PENJELASAN
Dari kajian beberapa kitab-kitab, termasuk sebagiannya telah ana paparkan, tidak satu kitabpun yang menyatakan jumlah shalat tarawih 8 rakaat, beberapa naskhah kitab yang tercantum dalam catatan ini, perlu saudara ketahui,yang bahwa kitab-kitab tersebut dikarang oleh para Ulama yang masyhur, baik ulama tempo dulu maupun ulama sekarang yang masih hidup, seperti wahbah zuhayli. Mereka adalah Ulama terkemuka ditimur tengah, keilmuan mereka tidak diragukan lagi, karena lautan ilmu yang mereka miliki, sehingga mereka dikenal didaerahnya dan dimasanya, bahkan mereka dikenal diseluruh penjuru dunia dan dikenang hingga masa sekarang. Semua mereka yang mulia berpendapat jumlah rakaat terawih itu 20 rakaat, mungkin hanya kita tidak mengenal mereka, saya sebut satu saja yaitu pengarang kitab al-Bajuri beliau adalah rektor universitas al-Azhar kairo pada tahun 1263 H / 1846 M, yang sangat terkenal dimasanya, begitu juga dengan ulama lainnya,bahkan lebih masyhur dari Syaikh Ibrahim al-Bajuri, saya sebutkan beliau, sekaligus untuk menjadi jawaban, anda kata dari kalangan universitas, baik dari mahasiswaatau MA maupun doctor, mereka berpendapat “pelaksanaan shalat tarawih yang benar adalah 8 rakaat” maka pendapat ibrahim bajuri terlebih unggul, terlebih tepat dan sangat benar karena beliau adalah rektor universitas Islam tertua didunia,berpendapat bahwa jumlah rakaat adalah terawih 20 rakaat, segi ilmu dan masa, jauh tertinggal universitas sekarang, dibandingkan dengan ilmu dan masa beliau. kita yang masih hidup pada masa sekarang, ilmu yang kita kita miliki, sangat rendah dibandingkan ilmu para ulama, bahkan ilmu yang kita rasakan sekarang, berakar dari mereka, makasudah sepantasnya kita mengikuti dan berpegang kepada petunjuk dari mereka. Agar kita tetap berada di jalur yang benar.
KOMENTAR DAN SOLUSI TERHADAP DALIL KELOMPOK 8 RAKAAT.
Sepanjang penelusuran dapat saya pahami bahwa mereka berpendapat pelaksanaan tarawih 8 rakaat, hanya berlandaskan pada beberapa hadis yaitu :
1.      Hadits Siti Aisyah RA
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِعَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah SAW, tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun selain bulan Ramadhan, dari sebelas rakaat.”
2. Hadis Jabir RA
صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ثَمَانِي رَكْعَاتٍ ثُمَّ أَوْتَرَ.
Dari Jabir, ia berkata : “Rasulullah pernah mengimami kami shalat pada bulan Ramadhan delapan rakaat dan beliau Witir.”

3. Hadis Ubay bin Ka`ab RA

جاء أبي بن كعب إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ، إنه كان مني الليلة شيء – يعني في رمضان – قال : وما ذاك يا أبي ؟ قال : نسوة في داري قلن : إنا لا نقرأ القرآن ، فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن ثماني ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه الرضا ، ولم يقل شيئا.

 “Ubay bin Ka`ab datang menghadap Nabi SAW lalu berkata : “Wahai Rasulullah tadi malam ada sesuatu yang saya lakukan, maksudnya pada bulan Ramadhan.” Nabi SAW kemudian bertanya: “Apakah itu, wahai Ubay?” Ubay menjawab : “Orang-orang wanita di rumah saya mengatakan, mereka tidak dapat membaca Al-Qur`an. Mereka minta saya untuk mengimami shalat mereka. Maka saya shalat bersama mereka delapan rakaat, kemudian saya shalat Witir.” Jabir kemudian berkata : “Maka hal itu sepertinya diridhai Nabi SAW dan beliau tidak berkata apa-apa.”

Hanya dengan beberapahadits  tersebut mereka berkomentar bahwa tarawih 8 rakaat, mari sama-sama kita menyimaknya:
1.Hadis Aisyah RA, bila ditinjaudari segi sanad tidak diragukan lagi keshahihannya.Karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang mana riwayat hadis dari keduanya diakui oleh para ulama di seluruh dunia. Hanya saja, penggunaan hadis ini sebagai dalil shalat tarawih perlu dikritisi, bila hadis ini dijadikan dalil shalat tarawih bagimana dengan lafadh  وَلَا فِي غَيْرِهِ, sungguh sangat bertolak belakang, seakan-akan shalat tarawih bisa dilakukan  pada bulan yang lain, namun semua kita mengetahui dan menyakini bahwa shalat tarawih adalah ibadah yang khususpada bulan Ramadhan, tidak disyariatkan pada bulan-bulan yang lain, penetapan hadis Ainsyah sebagai dalil shalat tarawih, terdapat beberapa kejanggalan :
pertamatidak membacanya secara utuh, akan tetapi mengambil potongannya saja sebagaimana disebutkan di atas, bunyi hadis ini secara sempurna adalah sebagai berikut  :
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أخبره أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَرضي الله عنها- : كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي رَمَضَانَ ؟ قَالَتْ : مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا ، قَالَتْ عَائِشَةُ : فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ ؟ فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ ، إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.
dari Abi Salamah bin Abd al-Rahman, ia pernah bertanya kepada Ainsyah RA perihal shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, pada bulan Ramadhan. Ainsyah menjawab: “Rasulullah SAW tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun di bulan yang lain, dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya.Kemudian beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya.Kemudian beliau shalat tiga rakaat. Ainsyah kemudian berkata: “Saya berkata: wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum shalat Witir?” Beliau menjawab : “Wahai Ainsyah mata saya tidur tetapi hati saya tidak tidur”.
secara sempurna hadis ini terdapat kalimat تُوتِرَartinya witir, bila di baca secara utuh, konteks hadis ini, sangat jelas berbicara tentang shalat Witir, bukan shalat tarawih, karena pada akhir hadis ini, Anisyah menanyakan shalat witir kepada Rasulullah, dalam hadis di atas, Ainsyah dengan tegas menyatakan bahwa Nabi SAWtidak pernah melakukan shalat melebihi sebelas rakaat baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan-bulan yang lain. Shalat yang dilakukan Nabi adalah shalat sepanjang tahun, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, tentu bukanlah shalat tarawih. Karena shalat tarawih hanya pada bulan Ramadhan, oleh karena itu para Ulama berpendapat bahwa hadis ini bukanlah dalil shalat tarawih, akan tetapi dalil shalat Witir, sebagai mana tercantum didalam kitab “Tufhah al-Muhtaj”, jilid 2, hal 246, dan kitab“Kasyafu at-Tabarih”, juga diperkuat oleh hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Ainsyah RA.
عن عائشة – رضي الله عنها  : قالت كان النبيُّ صلى الله عليه وسلم- يُصلِّي من الليل ثلاثَ عَشْرَةَ ركعة ، منها الوتْرُ وركعتا الفجر
Dari Ainsyah RA, ia berkata : “Nabi SAW shalat malam tiga belas rakaat, antara lain shalat Witir dan dua rakaat Fajar.” (HR. Bukhari).
jugatidak ditemukan sanad sahih satupun  yang menunjukkan bahwa hadis ainsyah diatas dipahami dan diamalkan sebagai hadis tarawih.
Kesalahan dalam memahami maksud hadits.
keduaSebagaimana dijelaskan sebelumnya, mereka mengatakan bahwa maksud dari pada 11 rakaat pada hadis di atas adalah 8 rakaat tarawih dan 3 rakaat Witir. Hal ini tidak tepat. Karena satu hadits yang merupakan dalil untuk satu masalah mereka jadikan kepada  dalil dalam dua masalah yang  berbeda.
ketigamereka yang berpendapat jumlah tarawih 8 rakaat tidak sesuai dengan apa yang mereka kemukakan, yakni berlawalanan dengan pengamalan mereka sehari-hari, bila memang mereka menjadikan hadits Ainsyah RA sebagai dalil tarawih, sudah sepantasnya mereka melakukan shalat tarawih sepanjang tahun, tidak hanya di Bulan Ramadhan, tapi realitanya tidak!, mereka tidak melakukan sepanjang tahun, mereka hanya berani menenapkan dalil,  tetapi mereka sendiri  tidak menyakininya, kalau mereka yakin, jangan melakukan  sebatas tarawih  8 rakaat tetapi juga diamalkan  sepanjang tahun, supaya sesuai dengan dalil.
2. Hadis Jabir RA
حدثنا عثمان بن عبيد الله الطلحي قال نا جعفر بن حميد قال نا يعقوب القمي عن عيسى بن جارية عن جابر قال صلى بنا رسول الله صلى الله عليه و سلم في شهر رمضان ثماني ركعات ثم أوتر.

Dari Jabir, ia berkata : “Rasulullah pernah mengimami kami shalat pada bulan Ramadhan delapan rakaat dan beliau Witir.”
3. Hadis Ubay bin Ka`ab RA
أخبرنا أحمد بن علي بن المثنى ، قال : حدثنا عبد الأعلى بن حماد ، قال : حدثنا يعقوب القمي ، قال : حدثنا عيسى بن جارية ، حدثنا جابر بن عبد الله ، قال : جاء أبي بن كعب إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ، إنه كان مني الليلة شيء – يعني في رمضان – قال : وما ذاك يا أبي ؟ قال : نسوة في داري قلن : إنا لا نقرأ القرآن ، فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن ثماني ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه الرضا ، ولم يقل شيئا.
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata : “Ubay bin Ka`ab datang menghadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu berkata : “Wahai Rasulullah tadi malam ada sesuatu yang saya lakukan, maksudnya pada bulan Ramadhan.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam kemudian bertanya: “Apakah itu, wahai Ubay?” Ubay menjawab : “Orang-orang wanita di rumah saya mengatakan, mereka tidak dapat membaca Al-Qur`an. Mereka minta saya untuk mengimami shalat mereka. Maka saya shalat bersama mereka delapan rakaat, kemudian saya shalat Witir.” Jabir kemudian berkata : “Maka hal itu sepertinya diridhai Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan beliau tidak berkata apa-apa.”
Segi sanad dua hadis ini kualitasnya sangat lemah bahkan matruk (semi palsu).karena di dalam sanadnya terdapat perawi Isa bin Jariyah dan Ya`qub al-Qummi.. Menurut Imam Ibnu Ma`in dan Imam Nasa`i, Isa bin Jariyah sangat lemah hadisnya. Sudut pandang sanad Hadis ini lemah maka tidak boleh ditetapkan sebagai dalil.
Bila hadis Jabir dan hadis ubay bin ka’ab, tidak memandang kepada sanad berarti terjadi pertentangan dengan hadis 20 rakaat yang tersebut dalam kitab kasyfu at-tabarih, maka sebagian ulama menafsirkan bahwa ketika ituJabir terlambat datang setelah Rasul selesai melaksanakan 12 rakaat maka sisanya 8 rakaat, 12 rakaat dan 8 maka jumlahnya 20, sebagian ulama juga menafsirkan, bahwa Nabi dan para sahabat setelah melaksanakan jamaah tarawih dimesjid 8 rakaat kemudian mereka mnyempurnakannya dirumah masing-masing Hadis Jabir yaitu 8 rakaat dengan hadits 20 bentuk dhahir lafadh memang berlawanan, dalil-dalil atau hadis-hadis yang bertentangan hanya pada pandangan, sebenarnya pada hakikat tidak bertolak belakang, logikanyaialah: “kita berdiri disatu tempat yang arahnya kesatu jalan yang dilewati mobil, posisi kita dengan jalan berjauhan, disaat dua mobil melintas dari arah yang berbeda,  seakan-akan mobil tersebut bertabrakan.
Bila dalil saling bertentangan maka dalil-dalil tersebut tidak berfungsi sebagai dalil, sesuai dengan qaedah :
إِذَا تَعَارَضَتْ الَأَدِلَّةُ تَسَاقَطَتْ وَوَجَبَ الْعُدُوْلُ إِلَى غَيْره
Bila dalil saling bertentangan maka gugur dalam penetapan sebagai dalil.
.
Dengan izin Allah telah selesai terjemahan dan kombinasi naskhah kitab ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan, Moga-moga bermanfaat, harapan bagi pembaca dan guru-guru ana, untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan, Sebagaimana dalam pepatah arab :
إِذَ تَمَّ الاَمْرُ بَدَأَ النّقْصُ :
bila masalah telah sempurna nampaklah kekurangan”.

wassalam
Razali bin Zulkifli al-Merduwi



[1]. Kifayatul ahyar, hal, 88 jld 1

0 komentar:

Posting Komentar