KAJIAN HUKUM TARAWIH ANTARA 20 DAN 8 RAKAAT
Pada kesempatan ini akan saya coba membahas dengan tiga sudut
pandang :
Ø Lughah ( bahasa).
Ø Sejarah.
Ø Ijma’.
1.
Tinjauan lugah
Kata التَّرَاوِيْحِ
adalah bentuk jamak dari mufradnya ترويحة
yang di ambil dari kata الراحة yang artiya satu kali
istirahat, kataالتَّرَاوِيْحِdalam bentuk
jamak, memiliki arti jamak pula, artinya banyak beristirahat, minimalnya tiga
kali istirahat.Penamaan shalat “tarawih” dikarenakan mereka duduk beristirahat setelah mengerjakan sembahyang empat
rakaat. Setiap empat rakaat dinamakan ترويحة(sekali beristirahat),
وَسُمِيَتْ
بِالتَّرَاوِيْحِ لِأَنَّهُمْ كَانُوْا يَسْتَرِيْحُوْنَ بَعْدَ كُلِّ تَسْلِيْمَتَيْن[1]ِ
Penamaan shalat tarawih karena mereka
(sahabat)istirahat setiap dua salam.
bila 8 rakaat berati dua kali istirahat,
dari segi kebahasaan 8 rakaat belum
dikatakan التَّرَاوِيْحِ,karena
hanya terdapat dua kali istirahat. Sehingga tidak cocok pelaksanaan tarawih 8
rakaat dinamakan tarawih.
2.Sejarah
Sekarang
kita merefleksi kebelakang, memandang kepada orang-orang yang telah mendahului
kita mulai dari para sahabat, tabi’in, hingga para Ulama, yang mana silsilah
ilmu mereka tidak diragukan lagi, sangat jelas berantai dan bersumber dari Nabi
SAW. Bila kita melihat dari sudut pandang sejarah, baik sejarah yang kita
ketahui lewat kitab-kitab warisan mereka, ataupun melalui cerita yang sahih
sumbernya, maka nyata pada kita bahwa pelaksanaan tarawih mulai semenjak masa
Rasulullah dan para sahabat, kemudian para tabi’ –tabi’in hingga generasi ke
generasi pelaksanaan tarawih adalah 20 rakaat, tidak terjadi pertentangan. Masa
sahabat, yaitu sahabat Umar bin khatab
telah terbukti bahwa sayyidina Umar pernah memerintahkan Ubay bin Ka`ab untuk
mengimami shalat tarawih sebanyak 20 rakaat, tarawih 20 rakaat memiliki bukti
sejarah yang kongkrit, sejak masa
sahabat sampaimasakini. bahkan tidak ditemukan bukti sejarah pada masa sahabat, tabi’-tabi’in, dan para imam mujtahid, bahwa pelaksanakan shalat tarawih 8rakaat.Di masjid yang menjadi panutan bagi
seluruh umat muslim di dunia yaitu masjidil haram dan masjid nabawipelaksanakanshalat tarawih adalah 20 raka’at,semenjak zaman sahabat hingga sekarang ini, tidak ditemukan sejarah bahwa
pelaksanaan shalat tarawih dimesjidil haram dan mesjid nabawi pelaksanaannya 8
rakaat, karena tidak ditemukannya bukti sejarah. sebagaimana pemaparan yang telah
saya paparkan maka pendapat tarawih 8 rakaat perlu dikritisi, karena merupakan
pemahaman dan amalan yang baru muncul di abad 19, yang mana hal tersebut
sebelumnya tidak diperdapatkan.
3.Ijma’
§ Sudutpandang usul fiqh ( ijma’)
Ijma` merupakan pijakan hukum, sama halnya
seperti ayat dan hadis bahkan ijmak kekuatanya juga qat’i, Ijmak adalah ittifaq
paraMujtahid di kalangan umat Muhammad sesudah wafat Nabi,
Ketika
Umar bin khatab memerintahkan Ubay bin Ka`ab untuk mengimami shalat tarawih
sebanyak 20 rakaat, tidak seorang sahabatpun
yang protes, yang mengingkar atau menganggap bertentangan dengan sunnah Nabi
SAW. Apabila
yang beliau lakukan itu menyalahi dengan sunnah RasulullahSAW, mengapa para
shahabat semuanya diam?. Ini menunjukkan bahwa mereka setuju dengan apa yang
dilakukan oleh Umar RA. Inilah yang menjadi ijma’.
Ijma` para shahabat, kemudian diikuti oleh para tabi`in dan imam
mujtahid setelahnya. Ijma’ Imam Mujtahid, terhadap jumlah rakaat tarawih adalah
20 rakaat, mereka berlandaskan terhadap ijma’ para sahabat sebagaimana tertera
dalam kitab “fiqh ‘ala mazhab arba’ah’” hal,18jilid 2, karanganAbdu
Rahman. Bila suatu hukum telah ijmak maka tidak boleh dirobah atau
dilanggar.Setiap hukum yang telah ijma’ mesti kita ikuiti, karena Nabi SAW
berkata: tidak terdapat kesesatan pada ijmak.
Sebenarnya ijmak para mujtahid sangat memadai dalam penentuan
rakaat tarawih, hanya saja sebagian kelompok yang terjadi khilafiah (perbedaan),
mereka mengatakan jumlah tarawih adalah 8 rakaaat, mereka berpendapat seperti
demikian, bukan karena kepandaian dan kedalaman ilmu mereka, tetapi justru
karena kebodohan dan kelengahan mereka dalam memahami hadis, bila mereka
mengikuti para sahabat, dan mengikutipara ulama, maka khilafiah ini tidak akan
terjadi, karena keangkuhan dan kesombongan, mereka ingin tampil beda, tidak
mengikuti para sahabat dan para ulama, sehingga mereka berpendapat diluar jalur
yang benar. sebenarnya hal ini bukan khilafiah, karena khilafiah berlaku bagi
imam mujtahid, sedangkan mereka bukan mujtahid maka yang pantas dikatakan bukan
khilafiah tetapi adalah khilaf pendapatan.
Alhamdulillah Allah masih memberi taufiq dan hidayah kepada kita,
sehingga masih mengikuti pendapat-pendapat para ulama, dan selalu senantiasa
mendengar bimbingan dari mereka.
PENJELASAN
Dari kajian beberapa kitab-kitab, termasuk sebagiannya telah ana paparkan,
tidak satu kitabpun yang menyatakan jumlah shalat tarawih 8 rakaat, beberapa naskhah
kitab yang tercantum dalam catatan ini, perlu saudara ketahui,yang bahwa
kitab-kitab tersebut dikarang oleh para Ulama yang masyhur, baik ulama tempo
dulu maupun ulama sekarang yang masih hidup, seperti wahbah zuhayli. Mereka
adalah Ulama terkemuka ditimur tengah, keilmuan mereka tidak diragukan lagi,
karena lautan ilmu yang mereka miliki, sehingga mereka dikenal didaerahnya dan
dimasanya, bahkan mereka dikenal diseluruh penjuru dunia dan dikenang hingga
masa sekarang. Semua mereka yang mulia berpendapat jumlah rakaat terawih itu 20
rakaat, mungkin hanya kita tidak mengenal mereka, saya sebut satu saja yaitu
pengarang kitab al-Bajuri beliau adalah rektor universitas al-Azhar kairo pada
tahun 1263 H / 1846 M, yang sangat terkenal dimasanya, begitu juga dengan ulama
lainnya,bahkan lebih masyhur dari Syaikh Ibrahim al-Bajuri, saya sebutkan
beliau, sekaligus untuk menjadi jawaban, anda kata dari kalangan universitas, baik
dari mahasiswaatau MA maupun doctor, mereka berpendapat “pelaksanaan shalat tarawih
yang benar adalah 8 rakaat” maka pendapat ibrahim bajuri terlebih unggul,
terlebih tepat dan sangat benar karena beliau adalah rektor universitas Islam
tertua didunia,berpendapat bahwa jumlah rakaat adalah terawih 20 rakaat, segi
ilmu dan masa, jauh tertinggal universitas sekarang, dibandingkan dengan ilmu
dan masa beliau. kita yang masih hidup pada masa sekarang, ilmu yang kita kita
miliki, sangat rendah dibandingkan ilmu para ulama, bahkan ilmu yang kita
rasakan sekarang, berakar dari mereka, makasudah sepantasnya kita mengikuti dan
berpegang kepada petunjuk dari mereka. Agar kita tetap berada di jalur yang
benar.
KOMENTAR DAN SOLUSI TERHADAP DALIL KELOMPOK 8
RAKAAT.
Sepanjang penelusuran dapat saya pahami bahwa
mereka berpendapat pelaksanaan tarawih 8 rakaat, hanya berlandaskan pada beberapa
hadis yaitu :
1.
Hadits Siti Aisyah RA
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِعَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً
“Rasulullah
SAW, tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun selain bulan
Ramadhan, dari sebelas rakaat.”
2.
Hadis Jabir RA
صَلَّى
بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ثَمَانِي
رَكْعَاتٍ ثُمَّ أَوْتَرَ.
Dari Jabir, ia berkata : “Rasulullah pernah mengimami kami shalat
pada bulan Ramadhan delapan rakaat dan beliau Witir.”
3. Hadis Ubay bin Ka`ab RA
جاء
أبي بن كعب إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال
: يا رسول الله ، إنه كان مني الليلة شيء – يعني في
رمضان – قال : وما ذاك يا أبي ؟ قال : نسوة في داري قلن : إنا لا نقرأ القرآن ،
فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت
بهن ثماني ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه الرضا ، ولم يقل شيئا.
“Ubay bin Ka`ab datang menghadap Nabi SAW lalu
berkata : “Wahai Rasulullah tadi malam ada sesuatu yang saya lakukan, maksudnya
pada bulan Ramadhan.” Nabi SAW kemudian bertanya: “Apakah itu, wahai Ubay?”
Ubay menjawab : “Orang-orang wanita di rumah saya mengatakan, mereka tidak
dapat membaca Al-Qur`an. Mereka minta saya untuk mengimami shalat mereka. Maka
saya shalat bersama mereka delapan rakaat, kemudian saya shalat Witir.” Jabir
kemudian berkata : “Maka hal itu sepertinya diridhai Nabi SAW dan beliau tidak
berkata apa-apa.”
Hanya dengan
beberapahadits tersebut mereka
berkomentar bahwa tarawih 8 rakaat, mari sama-sama kita menyimaknya:
1.Hadis Aisyah RA, bila ditinjaudari segi sanad tidak
diragukan lagi keshahihannya.Karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim, yang mana riwayat hadis dari keduanya diakui oleh para ulama di seluruh
dunia. Hanya saja, penggunaan hadis ini sebagai dalil shalat tarawih perlu
dikritisi, bila hadis ini dijadikan dalil shalat tarawih bagimana dengan
lafadh وَلَا
فِي غَيْرِهِ, sungguh sangat bertolak belakang, seakan-akan shalat tarawih
bisa dilakukan pada bulan yang lain,
namun semua kita mengetahui dan menyakini bahwa shalat tarawih adalah ibadah yang
khususpada bulan Ramadhan, tidak disyariatkan pada bulan-bulan yang lain, penetapan
hadis Ainsyah sebagai dalil shalat tarawih, terdapat beberapa kejanggalan :
pertamatidak membacanya secara utuh, akan tetapi mengambil potongannya
saja sebagaimana disebutkan di atas, bunyi hadis ini secara sempurna adalah
sebagai berikut :
عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أخبره أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَرضي
الله عنها- : كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ- فِي رَمَضَانَ ؟ قَالَتْ : مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى
عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا ، قَالَتْ عَائِشَةُ : فَقُلْتُ : يَا
رَسُولَ اللَّهِ ، أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ ؟ فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ ،
إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.
dari Abi Salamah bin Abd al-Rahman, ia pernah bertanya kepada Ainsyah
RA perihal shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, pada bulan Ramadhan. Ainsyah
menjawab: “Rasulullah SAW tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan
maupun di bulan yang lain, dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, dan
jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya.Kemudian beliau shalat empat rakaat,
dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya.Kemudian beliau shalat tiga rakaat.
Ainsyah kemudian berkata: “Saya berkata: wahai Rasulullah, apakah engkau tidur
sebelum shalat Witir?” Beliau menjawab : “Wahai Ainsyah mata saya tidur tetapi
hati saya tidak tidur”.
secara
sempurna hadis ini terdapat kalimat تُوتِرَartinya
witir, bila di baca secara utuh, konteks hadis ini, sangat jelas berbicara
tentang shalat Witir, bukan shalat tarawih, karena pada akhir hadis ini, Anisyah
menanyakan shalat witir kepada Rasulullah, dalam hadis di atas, Ainsyah dengan
tegas menyatakan bahwa Nabi SAWtidak pernah melakukan shalat melebihi sebelas rakaat
baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan-bulan yang lain. Shalat yang
dilakukan Nabi adalah shalat sepanjang tahun, baik pada bulan Ramadhan maupun
bulan lainnya, tentu bukanlah shalat tarawih. Karena shalat tarawih hanya pada
bulan Ramadhan, oleh karena itu para Ulama berpendapat bahwa hadis ini bukanlah
dalil shalat tarawih, akan tetapi dalil shalat Witir, sebagai mana tercantum
didalam kitab “Tufhah al-Muhtaj”, jilid 2, hal 246,
dan kitab“Kasyafu at-Tabarih”, juga diperkuat oleh hadis lain yang juga
diriwayatkan oleh Ainsyah RA.
عن عائشة – رضي الله عنها : قالت كان النبيُّ صلى الله عليه وسلم-
يُصلِّي من الليل ثلاثَ عَشْرَةَ ركعة ، منها الوتْرُ وركعتا الفجر
Dari
Ainsyah RA, ia berkata : “Nabi SAW shalat malam tiga belas rakaat, antara lain
shalat Witir dan dua rakaat Fajar.” (HR.
Bukhari).
jugatidak ditemukan sanad sahih satupun yang menunjukkan bahwa hadis ainsyah diatas dipahami
dan diamalkan sebagai hadis tarawih.
Kesalahan
dalam memahami maksud hadits.
keduaSebagaimana
dijelaskan sebelumnya, mereka mengatakan bahwa maksud dari pada 11 rakaat pada
hadis di atas adalah 8 rakaat tarawih dan 3 rakaat Witir. Hal ini tidak tepat.
Karena satu hadits yang merupakan dalil untuk satu masalah mereka jadikan
kepada dalil dalam dua masalah yang berbeda.
ketigamereka yang
berpendapat jumlah tarawih 8 rakaat tidak sesuai dengan apa yang mereka
kemukakan, yakni berlawalanan dengan pengamalan mereka sehari-hari, bila memang
mereka menjadikan hadits Ainsyah RA sebagai dalil tarawih, sudah sepantasnya
mereka melakukan shalat tarawih sepanjang tahun, tidak hanya di Bulan Ramadhan,
tapi realitanya tidak!, mereka tidak melakukan sepanjang tahun, mereka hanya
berani menenapkan dalil, tetapi mereka
sendiri tidak menyakininya, kalau mereka
yakin, jangan melakukan sebatas
tarawih 8 rakaat tetapi juga
diamalkan sepanjang tahun, supaya sesuai
dengan dalil.
2.
Hadis Jabir RA
حدثنا
عثمان بن عبيد الله الطلحي قال نا جعفر بن حميد قال نا يعقوب القمي عن عيسى بن
جارية عن جابر قال صلى بنا رسول الله صلى الله عليه و سلم في شهر رمضان ثماني
ركعات ثم أوتر.
Dari Jabir, ia berkata : “Rasulullah pernah mengimami kami shalat
pada bulan Ramadhan delapan rakaat dan beliau Witir.”
3. Hadis Ubay bin Ka`ab RA
أخبرنا أحمد بن علي بن المثنى ، قال : حدثنا عبد الأعلى بن حماد ، قال
: حدثنا يعقوب القمي ، قال : حدثنا عيسى بن جارية ، حدثنا جابر بن عبد الله ، قال
: جاء أبي بن كعب إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ،
إنه كان مني الليلة شيء – يعني في رمضان – قال : وما ذاك يا أبي ؟ قال : نسوة في
داري قلن : إنا لا نقرأ القرآن ، فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن ثماني
ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه الرضا ، ولم يقل شيئا.
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata : “Ubay bin Ka`ab datang
menghadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu berkata : “Wahai Rasulullah
tadi malam ada sesuatu yang saya lakukan, maksudnya pada bulan Ramadhan.” Nabi
shallallahu alaihi wa sallam kemudian bertanya: “Apakah itu, wahai Ubay?” Ubay
menjawab : “Orang-orang wanita di rumah saya mengatakan, mereka tidak dapat
membaca Al-Qur`an. Mereka minta saya untuk mengimami shalat mereka. Maka saya
shalat bersama mereka delapan rakaat, kemudian saya shalat Witir.” Jabir
kemudian berkata : “Maka hal itu sepertinya diridhai Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dan beliau tidak berkata apa-apa.”
Segi sanad dua hadis ini kualitasnya sangat lemah bahkan matruk (semi
palsu).karena di dalam sanadnya terdapat perawi Isa bin Jariyah dan Ya`qub
al-Qummi.. Menurut Imam Ibnu Ma`in dan Imam Nasa`i, Isa bin Jariyah sangat
lemah hadisnya. Sudut pandang sanad Hadis ini lemah maka tidak boleh ditetapkan
sebagai dalil.
Bila hadis
Jabir dan hadis ubay bin ka’ab, tidak memandang kepada sanad berarti terjadi
pertentangan dengan hadis 20 rakaat yang tersebut dalam kitab kasyfu at-tabarih,
maka sebagian ulama menafsirkan bahwa ketika ituJabir terlambat datang setelah
Rasul selesai melaksanakan 12 rakaat maka sisanya 8 rakaat, 12 rakaat dan 8
maka jumlahnya 20, sebagian ulama juga menafsirkan, bahwa Nabi dan para sahabat
setelah melaksanakan jamaah tarawih dimesjid 8 rakaat kemudian mereka
mnyempurnakannya dirumah masing-masing Hadis Jabir yaitu 8 rakaat dengan hadits
20 bentuk dhahir lafadh memang berlawanan, dalil-dalil atau hadis-hadis yang
bertentangan hanya pada pandangan, sebenarnya pada hakikat tidak bertolak
belakang, logikanyaialah: “kita berdiri disatu tempat yang
arahnya kesatu jalan yang dilewati mobil, posisi kita dengan jalan berjauhan,
disaat dua mobil melintas dari arah yang berbeda, seakan-akan mobil tersebut bertabrakan.
Bila dalil
saling bertentangan maka dalil-dalil tersebut tidak berfungsi sebagai dalil,
sesuai dengan qaedah :
إِذَا تَعَارَضَتْ الَأَدِلَّةُ تَسَاقَطَتْ وَوَجَبَ
الْعُدُوْلُ إِلَى غَيْره
Bila dalil saling bertentangan maka gugur dalam penetapan sebagai dalil.
.
Dengan izin Allah telah
selesai terjemahan dan kombinasi naskhah kitab ini walaupun masih jauh dari
kesempurnaan, Moga-moga bermanfaat, harapan bagi pembaca dan guru-guru ana,
untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan, Sebagaimana dalam pepatah arab :
إِذَ تَمَّ الاَمْرُ بَدَأَ النّقْصُ :
bila masalah telah sempurna
nampaklah kekurangan”.
wassalam
Razali
bin Zulkifli al-Merduwi
0 komentar:
Posting Komentar