ABSTRAK
Judul : NAFKAH ISTRI TALAK BĀIN MENURUT PENDAPAT ULAMA SYĀFI’IYYAHDAN ULAMA HANAFIYYAH
Dalam perspektif fiqh Syāfi’iyyah
dan fiqh Hanafiyyah bahwa perkawinan bukan hanya pemenuhan
kebutuhan biologis semata tetapi juga dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan
hidup manusia dalam melakukan berbagai amal shaleh dan perkawinan bukan hanya
merupakan ikatan sosial masyarakatan tetapi juga merupakan ikatan keagamaan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini merumuskan masalah
tentang bagaimana pendapat Ulama Syāfi’iyyah dan Ulama Hanafiyyah dan tentang nafkah talak bāin
dan apa dalil dan metode yang digunakan Syāfi’iyyah dan Hanafiyyah
dalam mengistimbatkan hukum nafkah talak
bāin. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan pendapat fiqh Syāfi’iyyah dan Hanafiyyah tentang hukum nafkah talak bāin. dan untuk
menjelaskan dalil-dalil dan metode yang digunakan Hanafiyyah dan Syāfi’iyyah dalam mengistimbatkan hukum nafkah talak bāin.
Penelitian ini adalah penelitian pustaka yang menggunakan metode deskriptif. Adapun
sumber data primer skripsi ini adalah kitab-kitab fikih mazhab Syafie dan
Hanafi. Teknik pengolahan datanya menggunakan teknik analisis data dengan
beberapa tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menyimpulkan Fiqh Syāfi’iyyah tentang nafkah istri
talak bain, berpendapat bahwa, wanita yang ditalak bāin, tidak berhak
nafkah tapi hanya berhak tempat tinggal, kecuali apabila wanita tersebut dalam
keadaan hamil maka berhak semua nafkahnya sampai melahirkan. Sedangkan menurut fiqh
Hanafiyyah tentang nafkah talak bāin, mereka berpendapat bahwa,
wanita yang ditalak bāin, wanita tersebut berhak atas nafkah dan tempat
tinggal, baik ia hamil atau tidak, dengan syarat ia tidak meninggalkan rumah
yang disediakan oleh suami yang menceraikannya guna menjalani iddah. Sumber dalil yang dipegangi oleh kedua mazhab terhadap
istinbath hukum nafkah talak bāin
adalah sama-sama bersumber dari Al Qur'an dan hadis, yaitu Al-Qur’an
surat al-Thalaq ayat 6, namun para ulama mazhab Hanafy juga mengambil
sumber lain yaitu dari Qaul Sahabat, dan Qiyas. Penyebab perbedaan pendapat
kedua mazhab adalah perbedaan metode ijtihad yang mereka gunakan, yaitu metode
yang digunakan oleh ulama Syāfi’iyyah adalah metode Istishab Ashal
dan al-Takhyir, sedangkan ulama Hanafiyyah menggunakan metode al-Ra’yu
dan Istihsan..
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah penulis uraikan diatas, maka
penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pendapat ulama Syāfi’iyyah dan ulama Hanafiyyah dalam
hal nafkah istri yang ditalak bāin oleh suaminya yaitu, ulama Syāfi’iyyah berpendapat bahwa, wanita
yang ditalak bāin tidak wajib dinafkahi, hanya wajib disediakan tempat
tinggal saja, kecuali jika wanita itu hamil maka dia mendapat nafkah dan tempat
tinggal hingga ia melahirkan, dengan syarat si istri tidak keluar dari rumah
yang disediakan baginya untuk iddah, kecuali bila ada hajat. sedangkan wanita
yang ditinggal mati suaminya, maka tidak wajib baginya nafkah dan juga tidak
wajib tempat tinggalnya, baik dia hamil atau tidak.
Sedangkan menurut ulama Hanafiyyah, tentang wanita
yang ditalak bāin, mereka berpendapat bahwa wanita tersebut berhak atas
nafkah dan tempat tinggal, baik ia hamil atau tidak, dengan syarat wanita
tersebut tidak meninggalkan rumah yang disediakan oleh suami yang
menceraikannya guna menjalani iddah. Adapun wanita yang ditinggal
mati suaminya, maka tidak wajib nafkah baginya
baik
dia hamil atau tidak.
2.
Sumber dalil yang dipegangi oleh
kedua mazhab terhadap istinbath hukum nafkah talak bāin adalah sama-sama bersumber dari Al Qur'an dan
hadis, yaitu Al-Qur’an surat al-Thalaq ayat 6, namun para ulama mazhab Hanafy
juga mengambil sumber lain yaitu dari Qaul Sahabat, dan Qiyas. Penyebab
perbedaan pendapat kedua mazhab adalah perbedaan metode ijtihad yang mereka
gunakan, yaitu metode yang digunakan oleh ulama Syāfi’iyyah adalah metode
Istishab Ashal dan al-Takhyir, sedangkan ulama Hanafiyyah
menggunakan metode al-Ra’yu dan Istihsan.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan yang telah penulis uraikan, penulis mengemukakan beberapa saran yang
diharapkan oleh peneliti dan bermanfaat bagi setiap orang yang menginginkan
keutuhan rumah tangganya :
1. Kepada setiap suami
hendaknya dapat menjadi pembimbing bagi sang istri, menghindari hal-hal yang
dapat merusak keutuhan rumah tangganya.
2. Kepada suami yang
menjatuhkan talak ba’in berusahalah untuk menafkahi istrinya sewajarnya sesuai
dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan.
3. Para istri
hendaknya sadar akan tanggung jawab mereka menunaikan hak-haknya terhadap suami
dan terhindar dari sesuatu perbuatan yang tidak pernah kita inginkan.
4. Kepada setiap orang
yang telah melakukan ikatan pernikahan hendaknya berpegang teguh dan menjunjung
tinggi ketentuan hukum islam, baik berupa pendapat Ulama Syāfi’iyyah dan
Ulama Hanafiyyah menurut mazhab masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar