Sabtu, 26 Juli 2014

NAFKAH ISTRI TALAK BĀIN MENURUT PENDAPAT ULAMA SYĀFI’IYYAHDAN ULAMA HANAFIYYAH


ABSTRAK

Judul      : NAFKAH ISTRI TALAK BĀIN MENURUT PENDAPAT ULAMA SYĀFI’IYYAHDAN ULAMA HANAFIYYAH


Dalam perspektif fiqh Syāfi’iyyah dan fiqh Hanafiyyah bahwa perkawinan bukan hanya pemenuhan kebutuhan biologis semata tetapi juga dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dalam melakukan berbagai amal shaleh dan perkawinan bukan hanya merupakan ikatan sosial masyarakatan tetapi juga merupakan ikatan keagamaan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini merumuskan masalah tentang bagaimana pendapat Ulama Syāfi’iyyah dan Ulama  Hanafiyyah dan tentang nafkah talak bāin dan apa dalil dan metode yang digunakan Syāfi’iyyah dan Hanafiyyah dalam mengistimbatkan  hukum nafkah talak bāin. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pendapat fiqh Syāfi’iyyah dan  Hanafiyyah tentang  hukum nafkah talak bāin. dan untuk menjelaskan dalil-dalil dan metode yang digunakan Hanafiyyah dan Syāfi’iyyah  dalam mengistimbatkan hukum nafkah talak bāin. Penelitian ini adalah penelitian pustaka yang menggunakan metode deskriptif. Adapun sumber data primer skripsi ini adalah kitab-kitab fikih mazhab Syafie dan Hanafi. Teknik pengolahan datanya menggunakan teknik analisis data dengan beberapa tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menyimpulkan Fiqh Syāfi’iyyah tentang nafkah istri talak bain, berpendapat bahwa, wanita yang ditalak bāin, tidak berhak nafkah tapi hanya berhak tempat tinggal, kecuali apabila wanita tersebut dalam keadaan hamil maka berhak semua nafkahnya sampai melahirkan. Sedangkan menurut fiqh Hanafiyyah tentang nafkah talak bāin, mereka berpendapat bahwa, wanita yang ditalak bāin, wanita tersebut berhak atas nafkah dan tempat tinggal, baik ia hamil atau tidak, dengan syarat ia tidak meninggalkan rumah yang disediakan oleh suami yang menceraikannya guna menjalani iddah. Sumber dalil yang dipegangi oleh kedua mazhab terhadap istinbath hukum nafkah talak bāin  adalah sama-sama bersumber dari Al Qur'an dan hadis, yaitu Al-Qur’an surat al-Thalaq ayat 6, namun para ulama mazhab Hanafy juga mengambil sumber lain yaitu dari Qaul Sahabat, dan Qiyas. Penyebab perbedaan pendapat kedua mazhab adalah perbedaan metode ijtihad yang mereka gunakan, yaitu metode yang digunakan oleh ulama Syāfi’iyyah adalah metode Istishab Ashal dan al-Takhyir, sedangkan ulama Hanafiyyah menggunakan metode al-Ra’yu dan Istihsan..


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
       Berdasarkan penelitian yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Pendapat ulama Syāfi’iyyah dan ulama Hanafiyyah dalam hal nafkah istri yang ditalak bāin oleh suaminya yaitu, ulama  Syāfi’iyyah berpendapat bahwa, wanita yang ditalak bāin tidak wajib dinafkahi, hanya wajib disediakan tempat tinggal saja, kecuali jika wanita itu hamil maka dia mendapat nafkah dan tempat tinggal hingga ia melahirkan, dengan syarat si istri tidak keluar dari rumah yang disediakan baginya untuk iddah, kecuali bila ada hajat. sedangkan wanita yang ditinggal mati suaminya, maka tidak wajib baginya nafkah dan juga tidak wajib tempat tinggalnya, baik dia hamil atau tidak. Sedangkan menurut ulama Hanafiyyah, tentang wanita yang ditalak bāin, mereka berpendapat bahwa wanita tersebut berhak atas nafkah dan tempat tinggal, baik ia hamil atau tidak, dengan syarat wanita tersebut tidak meninggalkan rumah yang disediakan oleh suami yang menceraikannya guna menjalani iddah. Adapun wanita yang ditinggal mati suaminya, maka tidak wajib nafkah baginya baik dia hamil atau tidak.
2.      Sumber dalil yang dipegangi oleh kedua mazhab terhadap istinbath hukum nafkah talak bāin  adalah sama-sama bersumber dari Al Qur'an dan hadis, yaitu Al-Qur’an surat al-Thalaq ayat 6, namun para ulama mazhab Hanafy juga mengambil sumber lain yaitu dari Qaul Sahabat, dan Qiyas. Penyebab perbedaan pendapat kedua mazhab adalah perbedaan metode ijtihad yang mereka gunakan, yaitu metode yang digunakan oleh ulama Syāfi’iyyah adalah metode Istishab Ashal dan al-Takhyir, sedangkan ulama Hanafiyyah menggunakan metode al-Ra’yu dan Istihsan.

B. Saran                 
       Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan, penulis mengemukakan beberapa saran yang diharapkan oleh peneliti dan bermanfaat bagi setiap orang yang menginginkan keutuhan rumah tangganya :
1.    Kepada setiap suami hendaknya dapat menjadi pembimbing bagi sang istri, menghindari hal-hal yang dapat merusak keutuhan rumah tangganya.
2.    Kepada suami yang menjatuhkan talak ba’in berusahalah untuk menafkahi istrinya sewajarnya sesuai dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan.
3.    Para istri hendaknya sadar akan tanggung jawab mereka menunaikan hak-haknya terhadap suami dan terhindar dari sesuatu perbuatan yang tidak pernah kita inginkan.
4.    Kepada setiap orang yang telah melakukan ikatan pernikahan hendaknya berpegang teguh dan menjunjung tinggi ketentuan hukum islam, baik berupa pendapat Ulama Syāfi’iyyah dan Ulama Hanafiyyah menurut mazhab masing-masing.



0 komentar:

Posting Komentar