EKSISTENSI MESJID DI ERA MODERN
A. Latar Belakang Masalah
Mesjid merupakan kebutuhan umat islam dan
memiliki sejarah yang panjang akan keberadaannya. Pengertian mesjid juga tidak
terlepas dari masalah shalat dan tempat ibadah. Selain itu, mesjid juga
merupakan tempat orang berkumpul dan melaksanakan shalat secara berjamaah
dengan tujuan meningkatkan solidaritas dan silaturrahmi dikalangan kaum
muslimin.
Dimasa Nabi saw ataupun sesudahnya, mesjid
menjadi pusat atau sentral kegiatan kaum muslimin. Kegiatan pemerintahpun yang
mencakup ideology , politik, ekonomi, social, peradilan dan kemiliteran dibahas
dan dipecahkan di lembaga mesjid. Mesjid berfungsi pula sebagai pusat
pengembangan kebudayaan islam, terutama saat gedung-gedung khusus untuk itu
belum di dirikan. Mesjid juga merupakan ajang halaqah atau diskusi,
kegiatan perayaan hari-hari besar, kajian agama, ceramah dan belajar Al-quran
sering di laksanakan dimesjid.
Ditinjau dari aspek agama, Aceh marupakan suatu
daerah yang diberi keistimewaan dalam bidang agama, adat-istiadat dan budaya.
Realita dan fakta membuktikan bahwa penduduk daerah Aceh merupakan punduduk
yang mayoritas beragama islam dan memiliki mesjid sebagai tempat kegiatan
agama. Eksistensi atau peranan mesjid di era modern ini sudah sedikit berbeda
jika dibandingkan dengan eksistensi mesjid di era Rasulullah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis
merumuskan permasalahannya yaitu:
Bagaimanakah
Eksistensi Mesjid di Era Rasulullah dan Eksistensi Mesjid di Era Modern?
C. Pembahasan
1) Eksistensi Mesjid di
Era Rasulullah
Dalam
sejarah perkembangan dakwah Rasulullah saw. Terutama dalam periode Madinah,
eksistensi mesjid tidak hanya dimanfaatkan sebagai pusat ibadah yang bersifat mukhdhah/
khusus, seperti shalat, tetapi juga mempunyai peran sebagai berikut:
Ø Dalam keadaan darurat,
setelah mencapai tujuan hijrah di Madinah, beliau bukannya mendirikan benteng
pertahanan untuk berjaga-jaga dari kemungkinan serangan musuh tetapi terlabih
dahulu membangun mesjid;
Ø Kader islam yaitu tahun
Hijriyah dimulai dengan pendirian mesjid yang pertama, yaitu pada tanggal 12
Rabiul Awal, permulaan tahun Hijriyah selanjutnya jatuh pada tanggal 1 muharam;
Ø Di mekah agama islam
tumbuh dan di Madinah agama islam berkembang. Pada kurun pertama atau periode Makkiyah,
nabi Muhammad saw mengajarkan dasar-dasar agama. Memasuki kurun kedua atau
periode Madaniyah, Rasulullah saw manandai tapal batas itu dengan mendirikan
mesjid;
Ø Mesjid menghubungkan
ikatan yang terdiri dari kelompok orang Muhajirin dan Anshar dengan satu
ladasan keimanan kepada Allah swt; dan
Ø Mesjid didirikan oleh
orang-orang takwa secara bergotong royong untuk kemaslahatan bersama.
Dalam
masyarakat yang selalu berpacu dengan kemajuan zaman, dinamika mesjid-mesjid
sekarang ini banyak yang menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Artinya, mesjid tidak hanya berperan sebagai tempat ibadah shalat, tetapi juga
sebagai wadah beraneka kegiatan jamaah/ umat islam. Sebab, mesjid merupakan
integritas dan identitas umat islam yang mencerminkan tata nilai keislamannya.
Dengan demikian, peranan mesjid tidak hanya menitik beratkan pada pola
aktivitas yang bersifat akhirat, tetapi memperpadukan antara aktivitas ukhrawi
dan aktivitas duniawi. Pada zaman Rasulullah saw, mesjid secara garis besar
mempunyai dau aspek kegiatan, yaitu:
1) Sebagai pusat ibadah
(shalat), dan
2) Sebagai tempat pembinaan
umat (poleksosbudmil).
Di
Era Rasulullah mesjid tidak hanya dijadikan sebagai sarana penyelenggaraan
shalat, tetapi juga menjadi institusi social yang berperan dalam membangun
pendidikan, ekonomi, dan politik umat. Oleh sebab itu, keberadaan mesjid pada
era Rasulullah lebih tepat dikatakan sebagai institusi yang mambangun peradaban
umat islam yang modern.
Rasulullah
mempraktikkan mesjid sebagai pusat pembinaan umat. Benang merah kemakmuran mesjid
dirangkai dari pembinaannya yang insentif. Pada zaman rasul, mesjid senantiasa
padat dengan kegiatan terutama shalat berjamaah. Setiap shalat diselenggarakan
berjamaah, sehingga mesjid tidak pernah sepi dari kegiatan takwa. Jika
akhir-akhir ini kita melihat wujud fisik yang bangunannya megah tetapi sunyi
dari kegiatan, itu jelas merupakan penyimpangan fungsi yang keterlaluan.
- Eksistensi
Mesjid di Era Modern
Memasuki
zaman keemasan islam, mesjid mengalami penyesuaian dan penyempurnaannya. Corak
penyesesuaian dengan tuntutan zaman yang terjadi itu tidak kalah fungsionalnya
dibandingkan optimalisasi nilai dan makna mesjid di zaman Rasulullah saw. Dalam
perkembangannya yang terakhir, mesjid mulai memperhatikan kiprah operasional
menuju keragaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis besarnya,
operasionalisasi mesjid menyangkut:
Ø Aspek hissiyah (bangunan)
Ø Aspek maknawiyah
(tujuan); dan
Ø Aspek ijtima’iyah
(segala kegiatan)
Dawasa
ini umat islam terus–menerus mengupayakan pembangunan mesjid. Bermunculan mesjid-mesjid
baru di berbagai tempat, di samping renovasi atas mesji-mesjid lama. Semangat
mengupayakan pembangunan rumah-rumah Allah itu layak dibanggakan. Hampir
diseluruh tanah air tidak ada yang tidak tersentuh oleh pembangunan mesjid, ada
yang berukuran kecil tapi mungil, ada yang besar dan megah. Namun, tidak
sedikit pula mesjid yang terkatung-katung pembangunannya dan tak kunjung
rampung, terutama di daerah-daerah yang solidaritas jamaahnya belum kuat.
Dalam
menyelesaikan permasalahan social keagamaan, kita juga sudah sangat merasakan
kemunduran peranan mesjid. Mesjid yang begitu banyak kita bangun hanya sebagai
symbol ketimbang menjadi sarana untuk membangun umat. Bahkan, peranan mesjid
begitu jauh terasing dari masalah umat. Jika dilihat dari data statistic
Departemen Agama, pada tahun 1997-2004 ada peningkatan jumlah mesjid sampai 64
persen, dari 392.044 menjadi 643.834 buah. Rumah ibadah tersebut berada di
tengah-tengah 182.083.594 jiwa umat islam Indonesia .
Perbandingan
rumah ibadah dengan jumlah umat tersebut
cukup representative. Tetapi,kenyataannya peranan rumah ibadah belum signifikan
dalam mengakses permasalahan umatnya. Lemahnya peranan rumah ibadah dalam
mengakses permasalahan umat memperpanjang catatan social keagamaan umat islam
yang buruk di Negeri ini. Catatan social yang buruk itu dapat kita simak dari
potret kemiskinan umat, budaya fatalisme, dan keterbelakangan sumber daya
manusia. Semestinya rumah ibadah yang begitu banyak kita miliki itu menjadi
aset dalam membangun umat. Sayang kata belum memontensikannya secara maksimal
jika kita bandingkan dengan peradaban ketika era Rasulullah.
Kekurangberdayaan
“mesjid membina umat” terlihat nyata di mesjid yang tersebar di desa-desa.
Suara azan saja terkadang belum dikumandangkan setiap waktu, apalagi waktu
subuh. Di kota-kota, banyak mesjid yang megah indah dan strategis tempatnya
tetapi jamaahya tidak lebih dari lima
orang pada saat shalat subuh. Beberapa mesjid malah cuma berfungsi untuk shalat
jum’at .
Krisis
peranan mesjid perlu dicermati sehingga mesjid tidak menjadi saksi bisu dalam
ingar-bingar perubahan social umatnya. Mesjid perlu dilihat kembali sebagai
agen transformasi umat dengan memperluas peranan dan fungsinya yang tidak lagi
sebatas serambi shaf-shaf yang kosong
tanpa jamaah. Sudah saatnya mesjid direkontruksi sebagai institusi agama yang modern yang dilengkapi dengan
fasilitas-fasilitas yang dapat memberdayakan umat dan tidak lagi sekedar
sebagai sarana panyelenggara shalat. Oleh sebab itu, pengelolaan mesjid
memerlukan manajemen yang professional dan mempunyai kegiatan yang inovativ.
Antara
mesjid dan teknologi modern tidak terpisah,tetapi dapat berkolaborasi dalam
membangun umat yang melek pengetahuan. Sekaligus hal ini akan dapat menghapus
stigma keterpisahan ajaran agama dengan dunia modern. Mungkin di Indonesia kita
perlu menginovasi mesjid untuk menumbuhkan semangat baca dengan mendirikan
perpustakaan mesjid yang dapat di akses oleh umat. Masalahnya, sarana-sarana
yang menumbuhkan minat baca minim. Dengan demikian, tidak heran masyarakat kita
mempunyai minat baca yang rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga.
Mesjid
yang tersebar di tengah-tengah umat islam ini sudah harus mengambil peranan
sebagai sarana untuk mengatasi keterbelakangan umat dan harus dipikirkan sebagai
basis gerakan membaca, seperti yang diperintahkan dalam Alquran dalam surat Al-Alaq.
Perpustakaan perlu menjadi bagian penting di mesjid. Mesjid akan menjadi salah
satu jembatan bagi umat dalam memanifestasikan hadis Rasulullah: tuntutlah ilmu
dari ayunan sampai liang lahat.
Dengan
perpustakaan mesjid, permasalahan itu secara bertahap dapat dicairkan. Sudah
saatnya rumah ibadah dijadikan pusat pencerdasan umat, baik pencerdasan agama
maupun social.
D. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pembahasan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa pada aspek bangunan
banyak mesjid yang berdiri dengan kemewahan dan keindahan. Namun, eksistensi atau
peranan mesjid di era Modern sudah mengalami kemunduran jika dibandingkan
dengan eksistensi di era Rasulullah. Dimana pada masa Rasulullah mesjid selain
berperan sebagai tempat penyelenggaraan shalat, tetapi juga sebagai institusi
yang membangun peradaban umat. Sedangkan pada era modern sekarang ini, banyak mesjid
yang dibangun hanya sebagai symbol ketimbang menjadi sarana untuk membangun
umat.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Moh E.Ayyub, Drs Muhsin Mk, H. Ramlan Mardjoned, Manajemen
Masjid, Gema Insani Pers,Jakarta 1999
Silfai hanani, http://www.klikagama.blogspot.com, 2008/02/ Merekonstruksi-Mesjid/Demi
Mencerdaskan,diakses pada
tanggal 21 Maret 2008
www. Immesjid.co.id/ cetak. Php.
Institute manajemen mesjid diakses pada tanggal 21 Maret 2008
0 komentar:
Posting Komentar