Kamis, 21 Agustus 2014

MAKNA AHL AL-KITĀB DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HUKUM PERKAWINAN (Studi Analisis Fiqh Syāfi’iyyah Dan Pemikiran M. Quraish Shihab)


ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Efektifitas Pembelajaran Bahasa Arab di Mabna Lughah LPI MUDI MESRA Samalanga”. Mabna Lughah adalah sebuah sebutan untuk asrama yang menjadi tempat berdomisili bagi santri yang mempelajari bahasa Arab di LPI MUDI Mesra Samalanga. Penelitian ini dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu : bagaimana upaya yang dilakukan Mabna Lughah dalam mengefektifkan pembelajaran bahasa Arab, faktor apa saja yang mendukung terbentuknya lingkungan berbahasa Arab dan kendala apa saja yang dihadapi Mabna Lughah dalam pembelajaran bahasa Arab di LPI MUDI Mesra Samalanga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, untuk mendapatkan satu gambaran jelas tentang praktek yang sedang terjadi di Mabna Lughah, di mana dalam mengumpulkan datanya  menggunakan sumber data dari wawancara, observasi, membagikan angket dan telaah kepustakaan. Teknik  penyusunan dan penulisan, skripsi ini berpedoman kepada buku “Panduan penulisan karya ilmiah yang diterbitkan STAI Al-Aziziyah Samalanga tahun 2012”, sebagai buku utama dan beberapa buku tambahan yang menyangkut dengan metodelogi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Arab di Mabna Lughah di kalangan santri LPI MUDI Mesra Samalanga telah mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan. Hal tersebut tampak melalui upaya-upaya Mabna Lughah yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa Arab, salah satunya dengan penerapan kewajiban berbahasa indonesia bagi santri baru Mabna Lughah sebagai perantara untuk mempelajari bahasa Arab dan kewajiban berabahasa Arab bagi santri lama, serta berlakunya sangsi bagi yang berbahasa daerah dengan diterapkannya mahkamah lughah. Di samping itu pula, banyak alumni Mabna Lughah LPI MUDI Mesra yang telah diakui kemampuannya berbahasa Arab dengan pengabdian mereka diberbagai pondok pesantren terpadu yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pondok.

Kata Kunci:     Efektifitas, pembelajaran, bahasa Arab

BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.        Makna ahl al-kitab yang terkandung dalam al-qur'an baik dalam surat al-maidah ayat 5 maupun dalam surat yang lain memiliki makna yang beragam dari para ulama. menurut mayoritas ulama fiqh syafi'iyyah ahl al-kitab adalah bani israil khalishah yaitu yahudi dan nasrani yang nenek moyang mereka dipastikan telah menganut ajaran yahudi atau nasrani sebelum ajaran terbut dihapuskan. dan seandainya pemeluk ajaran tersebut bukan keturunan yahudi ataupun nasrani, maka dibolehkan juga tetapi tetap dengan ketentuan bahwa mereka telah menganut ajaran tersebut sebelum penghapusan. sedangkan minoritas ulama madzhab syafi'i berpendapat bahwa ahl al-kitab tidak terbatas kepada yahudi dan nasrani saja, tetapi mencakup shabiun dan samirah karena berasumsi bahwa shabiun tergolong dalam nasrani dan shabiah tergolong kepada yahudi. pendapat ini sedikit berbeda dengan pemikiran quraish shihab, karena shihab berpendapat bahwa ahl al-kitab hanya sebatas yahudi dan nasrani, hanya saja quraish tidak membatasi dengan ketentuan kapan mereka telah menganut ajaran tersebut, dimana mereka mngenut dan siapa mereka.
2.        Implikasi dari pendapat ulama fiqh syafi'iyyah adalah boleh menikahi bani israil baik yahudi, nasrani, shabiah dan samirah serta selain bani israil jika mereka memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas serta mereka haruslah muhshanat (wanita yang terpelihara). sedangkan pemikiran  Quraish menyimpulkan boleh menikahi yahudi dan nasrani saja tanpa memandang kapan meraka telah memluk ajaran tersebut, dimana mereka berada dan keturunan siapa mereka. pemikiran ini bertolak belakang dengan ulama fiqh syafi'iyyah yang mensyaratkan ahl al-kitab tersebut telah memeluk ajaran yahudi atau nasrani sebelum penghapusannya, bahkan ulama fiqh syafi'iyyah memakruhkan menikahi ahl al-kitab yang dzimmy dan mengharamkan menikahi ahl al-kitab yang harby. namun demikian baik ulama fiqh syafi'iyyah maupun quraish pada akhirnya menghukumi makhruh melakukan perkawinan dengan ahl al-kitab karena memandang mashlahah yang dharury yaitu pada pemeliharaan agama si muslim dan keturunan si muslim, karena takut akan timbulnya dharar ataupun mafsadah dalam perkawinan ini.
B.     Saran-saran
1.                  Persoalan menikah dengan ahl al-kitab merupakan persoalan klasik yang masih dan terus aktual untuk diperbincangkan. Seharusnya masalah ini terus diteliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda agar mendapatkan persepsi yang menyeluruh dalam menyikapi satu masalah. Penelitian ini hanyalah salah satu dari berbagai sudut pandang itu, dan tentunya, penelitian dari berbagai sudut pandang yang lain sangat diperlukan.
2.                  Walaupun kebolehan menikahi wanita Ahl al-Kitab telah ditutup bukan berarti umat Islam harus menutup diri dalam bergaul dengan Ahl al-Kitab. Justeru ditutupnya kebolehan ini, untuk menunjang kerukunan antar umat beragama.
3.                  Dalam kondisi sangat normal dan lingkungan yang islami seorang Muslim harus tetap berhati-hati dalam memilihkan jodoh untuk anak atau saudara perempuannya. Jangan hanya mengejar keuntungan dunia, posisi sosial, dan nasab serta pamor keturunan bahkan pernikahan harus dibangun di atas dasar agama dan memilih calon yang beragama dan ahli ibadah sebagaimana sabda Nabi.

Akhirnya, kami berharap pembahasan yang sederhana ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman dan teguran serta kritikan membangun sangatlah kami harapkan agar kita selalu berada jalan yang lurus dalam setiap tindak dan tanduk kita dalam rangka mengharap ridha-Nya semata.

0 komentar:

Posting Komentar