ABSTRAK
Skripsi ini
berjudul “Efektifitas Pembelajaran Bahasa Arab di Mabna Lughah LPI MUDI
MESRA Samalanga”. Mabna Lughah adalah
sebuah sebutan untuk asrama yang menjadi tempat berdomisili bagi santri yang
mempelajari bahasa Arab di LPI MUDI Mesra Samalanga. Penelitian ini dirumuskan menjadi beberapa
pertanyaan penelitian, yaitu : bagaimana upaya yang dilakukan Mabna Lughah dalam
mengefektifkan pembelajaran bahasa Arab, faktor apa saja yang mendukung
terbentuknya lingkungan berbahasa Arab dan kendala apa saja yang dihadapi Mabna
Lughah dalam pembelajaran bahasa Arab di LPI MUDI Mesra Samalanga. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, untuk
mendapatkan satu gambaran jelas tentang praktek yang sedang terjadi di Mabna
Lughah, di mana dalam mengumpulkan datanya menggunakan sumber data dari wawancara,
observasi, membagikan angket dan telaah kepustakaan. Teknik penyusunan dan penulisan, skripsi ini
berpedoman kepada buku “Panduan penulisan karya ilmiah yang diterbitkan
STAI Al-Aziziyah Samalanga tahun 2012”, sebagai buku utama dan beberapa buku
tambahan yang menyangkut dengan metodelogi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Arab di Mabna Lughah di kalangan santri LPI
MUDI Mesra Samalanga telah mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan. Hal
tersebut tampak melalui upaya-upaya Mabna Lughah yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa Arab, salah satunya dengan penerapan kewajiban
berbahasa indonesia bagi santri baru Mabna Lughah sebagai perantara untuk mempelajari
bahasa Arab dan kewajiban berabahasa Arab bagi santri lama, serta berlakunya
sangsi bagi yang berbahasa daerah dengan diterapkannya mahkamah lughah. Di
samping itu pula, banyak alumni Mabna Lughah LPI MUDI Mesra yang telah diakui
kemampuannya berbahasa Arab dengan pengabdian mereka diberbagai pondok
pesantren terpadu yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pondok.
Kata Kunci: Efektifitas,
pembelajaran, bahasa Arab
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Makna ahl al-kitab yang terkandung dalam al-qur'an
baik dalam surat al-maidah ayat 5 maupun dalam surat yang lain memiliki makna
yang beragam dari para ulama. menurut mayoritas ulama fiqh syafi'iyyah ahl
al-kitab adalah bani israil khalishah yaitu yahudi dan nasrani yang nenek
moyang mereka dipastikan telah menganut ajaran yahudi atau nasrani sebelum
ajaran terbut dihapuskan. dan seandainya pemeluk ajaran tersebut bukan
keturunan yahudi ataupun nasrani, maka dibolehkan juga tetapi tetap dengan
ketentuan bahwa mereka telah menganut ajaran tersebut sebelum penghapusan.
sedangkan minoritas ulama madzhab syafi'i berpendapat bahwa ahl al-kitab tidak
terbatas kepada yahudi dan nasrani saja, tetapi mencakup shabiun dan samirah
karena berasumsi bahwa shabiun tergolong dalam nasrani dan shabiah tergolong
kepada yahudi. pendapat ini sedikit berbeda dengan pemikiran quraish shihab,
karena shihab berpendapat bahwa ahl al-kitab hanya sebatas yahudi dan nasrani,
hanya saja quraish tidak membatasi dengan ketentuan kapan mereka telah menganut
ajaran tersebut, dimana mereka mngenut dan siapa mereka.
2.
Implikasi
dari pendapat ulama fiqh syafi'iyyah adalah boleh menikahi bani israil baik
yahudi, nasrani, shabiah dan samirah serta selain bani israil jika mereka
memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas serta mereka
haruslah muhshanat (wanita yang terpelihara). sedangkan pemikiran Quraish menyimpulkan boleh menikahi yahudi dan
nasrani saja tanpa memandang kapan meraka telah memluk ajaran tersebut, dimana
mereka berada dan keturunan siapa mereka. pemikiran ini bertolak belakang
dengan ulama fiqh syafi'iyyah yang mensyaratkan ahl al-kitab tersebut telah
memeluk ajaran yahudi atau nasrani sebelum penghapusannya, bahkan ulama fiqh
syafi'iyyah memakruhkan menikahi ahl al-kitab yang dzimmy dan mengharamkan
menikahi ahl al-kitab yang harby. namun demikian baik ulama fiqh syafi'iyyah
maupun quraish pada akhirnya menghukumi makhruh melakukan perkawinan dengan ahl
al-kitab karena memandang mashlahah yang dharury yaitu pada pemeliharaan agama
si muslim dan keturunan si muslim, karena takut akan timbulnya dharar ataupun
mafsadah dalam perkawinan ini.
B.
Saran-saran
1.
Persoalan menikah
dengan ahl al-kitab merupakan persoalan klasik yang masih dan terus aktual
untuk diperbincangkan. Seharusnya masalah ini terus diteliti dari berbagai
sudut pandang yang berbeda-beda agar mendapatkan persepsi yang menyeluruh dalam
menyikapi satu masalah. Penelitian ini hanyalah salah satu dari berbagai sudut
pandang itu, dan tentunya, penelitian dari berbagai sudut pandang yang lain
sangat diperlukan.
2.
Walaupun
kebolehan menikahi wanita Ahl al-Kitab telah ditutup bukan berarti umat
Islam harus menutup diri dalam bergaul dengan Ahl al-Kitab. Justeru
ditutupnya kebolehan ini, untuk menunjang kerukunan antar umat beragama.
3.
Dalam kondisi sangat normal
dan lingkungan yang islami seorang Muslim harus tetap berhati-hati dalam
memilihkan jodoh untuk anak atau saudara perempuannya. Jangan hanya mengejar
keuntungan dunia, posisi sosial, dan nasab serta pamor keturunan bahkan
pernikahan harus dibangun di atas dasar agama dan memilih calon yang beragama
dan ahli ibadah sebagaimana sabda Nabi.
Akhirnya, kami berharap pembahasan yang sederhana ini bermanfaat bagi
pembaca yang budiman dan teguran serta kritikan membangun sangatlah kami
harapkan agar kita selalu berada jalan yang lurus dalam setiap tindak dan
tanduk kita dalam rangka mengharap ridha-Nya semata.
0 komentar:
Posting Komentar