ABSTRAK
Semenjak
abad 16 pada masa kejayaannya dunia pesantren atau dayah telah di kenal sebagai
lembaga pendidikan islam berbasis masyarakat, hal tersebut dapat kita lihat
dari proses penyiaran ajaran agama islam di Asia Tenggara dimana dunia
pesantren memainkan peran yang sangat penting. Juga pada saat penjajahan
kolonial belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah kolonial belanda
bersumber atau paling tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari pesantren
(hasbullah, 1999:141). Dalam konteks kekinian Aceh, perjalan penerapan syari’at
islam secara kaffah juga menjadi sebuah isu politik, seperti terjadinya
kontradiksi dengan kelompok-kelompok sosial di Aceh yang disebabkan oleh
perbedaan cara pandang (approach) terhadap isu syari’at islam, Hal
tersebutlah yang membuat pesantren di Aceh tidak dapat menentukan sikap yang
jelas seperti sikap mereka pada waktu melawan penjajah Belanda sebagaimana yang
telah tercatat dalam sejarah, mengenai bagaimana meredam konflik dan bersikap
dalam penerapan syari’at islam di Aceh.
Sungguh
kompleks kalau kita ingin membicarakan syari’at islam yang sebenarnya dalam
konteks kekinian Aceh. Sehingga pondok pesantren Markaz Al-Islah Al-aziziah
lebih memilih jalan tengah dalam proses penerapan syari’at islam antara agama
dan pemerintah secara seimbang. Seperti sebuah qaedah dalam ilmu fiqh ”menolak
kefasidan lebih diutamakan daripada kita menerima kemaslahatan yang ada
padanya”.
Pondok Pesantren Markaz Al-Islah
juga sangat berperan dalam penerapan syari’at islam melalui 2 cara, yaitu :
1. Dakwah Bil Hal Dan
Bil Maqal
dakwah bil hal adalah dakwah melalui perbuatan dan
tingkah laku, sementara dakwah bil maqal adalah dakwah melalui lisan
2. Jalur Diplomasi
Berbekal jiwa aktifis, Tgk. H. Tu.
Bulqaini termasuk salah seorang yang vokal dan aktif dalam mengaspirasikan
penerapan syari’at islam dalam forum-forum yang dihadirinya, baik formal maupun
in-formal.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai
salah satu aspirasi pesantren, syari’at islam telah mulai menggeliat di aceh
sebagai sebuah upaya penyelesaian
kemelut yang di mulai tahun 1953 oleh pemerintah akibat terjadinya
pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh dengan
dikeluarkannya SK perdana mentri RI No. 1/missi/59 tentang keistimewaan aceh
(A. Basiq Djalil:2006:163), Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2001 tentang
otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, hingga pembentukan Qanun
tahun 2004. lebih lanjut A. Basiq djalil (2006:171) juga mengungkapkan tentang
pasal 49 qanun provinsi NAD No. 10 tahun 2002 tentang syari,at islam: ”inilah
pasal yang sangat ditakuti atau tidak disukai oleh umat nasrani dan muslim
abangan Indonesia, sehingga dengan berbagai cara berusaha agar hukum islam
tidak berlaku di Indonesia”.
Menurut
data yang dimiliki Departemen Agama Aceh, ada 879 dayah diseluruh Aceh, namun
Dayah Markaz Al-Islah Al-Aziziah merupakan satu-satunya dayah yang khusus untuk
anak-anak korban konflik.
Dalam konteks Aceh, Pondok Pesantren Markaz Al-Islah berada di poros
tengah antara keagamaan dan pemerintahan dengan pertimbangan politis yang
berimbang, juga sangat berperan dalam penerapan syari’at islam melalui 2 cara,
yaitu :
1. Dakwah Bil Hal Dan
Bil Maqal
dakwah bil hal adalah dakwah melalui
perbuatan dan tingkah laku, sementara dakwah bil maqal adalah dakwah melalui
lisan, seperti pengajian dan dakwah”pidato”.
2. Jalur Diplomasi
Berbekal jiwa aktifis, Tgk. H. Tu.
Bulqaini termasuk salah seorang yang vokal dan aktif dalam mengaspirasikan
penerapan syari’at islam dalam forum-forum yang dihadirinya sebagai perwakilan Pondok
Pesantren Markaz Al-Islah, baik formal maupun in-formal.
B. Saran-Saran
Dalam
kesempatan ini penulis sangat menyarankan adanya langkah terpadu dari
Pemerintah Aceh, yaitu : soaialisasi (prefentif), pencegahan agar tidak
terjadi (prehensif) dan pemberian hukuman atau denda (represif)
tanpa pandang bulu bagi yang melanggar hukum atau qanun, dan dengan
memperhatikan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, penulis sangat
mengharapkan kritikan membangun demi pengembangan khazanah keilmuan dan
kesempurnaan dalam menulis terhadap karya tulis ilmiah ini. Dan harapan penulis
adanya penelitian dari para peneliti lainnya tetntang syari’at islam Aceh
secara objektif dan faktual untuk dijadikan sebagai masukan
terhadap Pemerintah Provinsi NAD agar adanya perubahan kebijakan kearah yang
lebih aspiratif dan lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar