ABSTRAK
Sejak manusia lahir ke dunia dan
berdiri di atas hamparan muka bumi yang luas ini, mereka selalu dihadapkan
kepada berbagai permasalahan hidup terutama sekali persoalan sandang dan pangan
yang senantiasa harus terpenuhi dalam kehidupan sehai-hari. Kita diharuskan
untuk bekerja dan berusaha agar dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut. Mayoritas
masyarakat kita adalah orang yang bekerja di bidang pertanian, hal ini terlihat
dari banyak dan luasnya lahan pertanian di daerah kita. di dalam prakteknya pertanian
ada berbagai bentuk dan caranya, ada yang dilakukan dengan cara kerjasama dan
ada juga yang tidak. Pertanian yang dilakukan dengan cara bekerja sama disebut muzara‘ah,
mukhabarah dan mutsaqat, namun yang menjadi fokus pembahasan
disini adalah tentang muzara‘ah. Dan yang menjadi rumusan masalahnya adalah
melihat bagaimana konsep muzara‘ah dalam fiqh islam menurut perspektif Imam
Syafi’ie, dan bagaimana pula untuk melihat peranan muzara‘ah dalam pemberdayaan
ekonomi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan menjelaskan
secara lebih mendalam tentang konsep muzara‘ah menurut kajian Imam Syafi’i dan
untuk mengetahui dampak terhadap perekonomian masyarakat pada konsep muzara‘ah.
Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode library
research. Adapun pembahasannya menggunakan metode deskriptif analisis.
Muzara‘ah merupakan
konsep bagi hasil dalam bidang pertanian, dimana sebelum mereka melakukan suatu
pekerjaan harus diikat dengan sebuah perjanjian antara kedua belah pihak.
Mereka melakukan perjanjian pembagian tanggung jawab dan bagi hasil sesuai
dengan kesepakatan di antara mereka di dalam aqad, pada pembagian hasil bisa
jadi 1/4 (seperempat), 1/3 (sepertiga), dan 1/2 (setengah). Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, ada yang membolehkan dan juga ada
yang tidak membolehkannya. Ulama Mazhab Syafi’i membolehkan muzara’ah ini bila
dilakukan mengikuti aqad mutsaqat. Di antara muzara’ah dan mutsaqat mempunyai
persamaan, yaitu pada syarat-syarat keduanya, Landasan bagi hukum muzara‘ah ini adalah Ayat Al-Quran
dan juga Hadist Rasulullah SAW selanjutnya ijma’ dan qias para ulama. Muzara‘ah mempunyai syarat-syarat
dan rukun-rukun seperti dengan halnya jual beli, akan tetapi ada hal-hal yang
membedakan. Karena pada muzara‘ah
terdapat kriteria tertentu. Praktek muzara‘ah
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna untuk memberdayakan ekonomi masyarakat.
BAB
EMPAT
PENUTUP
- Kesimpulan
1.
Muzara‘ah adalah suatu perjanjian
di antara pemilik lahan dan petani dalam hal bagi hasil dalam bidang
pemberdayaan petani, dimana lahan (tanah) berasal dari pemilik tanah dan
bibitnya dari pemilik lahan (pemilik tanah) itu sendiri, adapun bila benihnya
berasal dari petani penggarap maka disebut dengan mukhabarah. Kemudian hasil
dari panen itu dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Boleh jadi
1/3 (sepertiga), 1/4 (seperempat), dan 1/2 (setengah) dari panen itu.Muzara‘ah
berbeda dengan mutsaqat, karena pada mutsaqat ruang lingkupnya hanya bagian
penyiraman tanaman tersebut yang sudah ditanami oleh pemilik lahan kemudian
dilanjutkan oleh petani dengan pembahagian bagi hasil dari panen. Sedangkan
muzara‘ah sebagaimana yang telah tersebut di atas adalah pengolahan tanah yang
belum tertanami oleh petani dan benihnya dari pemilik lahan. Menurut ulama
Mazhab Syafi’i, muzara‘ah hukumnya sah bila ia dilakukan mengikuti mutsaqat,
maksudnya bukanlah aqad muzara‘ah yang menjadi asal aqad, namun ia hanya
mengikuti bagi aqad mutsaqat. Dan pada pelaksanaannya muzara‘ah juga tidak
dibolehkan terasing dari mutsaqat. Dalil yang membolehkan muzara‘ah adalah Ayat
Al-Quran, Hadist dan Ijmak para ulama. Pelaksanaannya mempunyai rukun-rukun dan
syarat-syarat tertentu sebagaimana pada rukun-rukun dan syarat-syarat dalam
jual beli secara tunai. Namun ada sebuah kriteria tertentu khusus dalam sistim
muzara‘ah. Sistim muzara‘ah ini sah bila dilakukan melalui perjanjian oleh
kedua belah pihak (pemilik tanah dan pengelola) berdasarkan kesepakatan dalam
perjanjian yang terperinci sebagai dasar kerelaan kedua belah pihak secara
tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Al-Quran dan
hadist.
2.
Muzara‘ah mengandung banyak
manfaat dan hikmahnya terlebih lagi apabila dapat memberi suatu usaha kepada
orang yang tidak memiliki lahan dengan memberdayakan mereka akan mendapatkan
kebutuhan sekaligus sipemilik menjadi primadona dalam masyarakat. Untuk
menghindari sitim penindasan yang terdapat pada zamindar (pemerasan) dan
kejahatan-kejahatan oleh pemilik tanah. Dan untuk mendorong pengelolaan tanah
yang dilakukan oleh petani dan pemilik lahan.
- Saran-saran
1.
Mengenai masalah muzara‘ah, begitu
kokoh dan kuat legitimasi hukumnya, maka diharapkan kepada ummat islam pada
umumnya memperhatikan benar-benar masalah tersebut dan mengimplementasikannya
kedalam praktek-praktek sehari-hari, sehingga tidak merusak tatanan
perekonomian yang islami.
2.
Disarankan kepada pemilik tanah
atau lahan agar tidak mencari keuntungan dengan praktek-praktek yang diharamkan
oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Karena segala ketentuan telah ditetapkan agar
kehidupan masyarakat dan perekonomian islam dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan.
3.
Disarankan kepada pemerintah dan
masyarakat agar melakukan pemberdayaan terhadap tanah yang terlantar dengan
pengelolaan yang benar serta sungguh-sungguh agar dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar