Selasa, 19 Agustus 2014

KONSEP MUZARA‘AH DALAM EKONOMI ISLAM (KAJIAN MAZHAB SYAFI’I)


ABSTRAK

Sejak manusia lahir ke dunia dan berdiri di atas hamparan muka bumi yang luas ini, mereka selalu dihadapkan kepada berbagai permasalahan hidup terutama sekali persoalan sandang dan pangan yang senantiasa harus terpenuhi dalam kehidupan sehai-hari. Kita diharuskan untuk bekerja dan berusaha agar dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut. Mayoritas masyarakat kita adalah orang yang bekerja di bidang pertanian, hal ini terlihat dari banyak dan luasnya lahan pertanian di daerah kita. di dalam prakteknya pertanian ada berbagai bentuk dan caranya, ada yang dilakukan dengan cara kerjasama dan ada juga yang tidak. Pertanian yang dilakukan dengan cara bekerja sama disebut muzara‘ah, mukhabarah dan mutsaqat, namun yang menjadi fokus pembahasan disini adalah tentang muzara‘ah. Dan yang menjadi rumusan masalahnya adalah melihat bagaimana konsep muzara‘ah dalam fiqh islam menurut perspektif Imam Syafi’ie, dan bagaimana pula untuk melihat peranan muzara‘ah dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan menjelaskan secara lebih mendalam tentang konsep muzara‘ah menurut kajian Imam Syafi’i dan untuk mengetahui dampak terhadap perekonomian masyarakat pada konsep muzara‘ah. Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode library research. Adapun pembahasannya menggunakan metode deskriptif analisis. Muzara‘ah merupakan konsep bagi hasil dalam bidang pertanian, dimana sebelum mereka melakukan suatu pekerjaan harus diikat dengan sebuah perjanjian antara kedua belah pihak. Mereka melakukan perjanjian pembagian tanggung jawab dan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan di antara mereka di dalam aqad, pada pembagian hasil bisa jadi 1/4 (seperempat), 1/3 (sepertiga), dan 1/2 (setengah). Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, ada yang membolehkan dan juga ada yang tidak membolehkannya. Ulama Mazhab Syafi’i membolehkan muzara’ah ini bila dilakukan mengikuti aqad mutsaqat. Di antara muzara’ah dan mutsaqat mempunyai persamaan, yaitu pada syarat-syarat keduanya, Landasan bagi hukum muzara‘ah ini adalah Ayat Al-Quran dan juga Hadist Rasulullah SAW selanjutnya ijma’ dan qias para ulama. Muzara‘ah mempunyai syarat-syarat dan rukun-rukun seperti dengan halnya jual beli, akan tetapi ada hal-hal yang membedakan. Karena pada muzara‘ah terdapat kriteria tertentu. Praktek muzara‘ah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna untuk memberdayakan ekonomi masyarakat.


BAB EMPAT
PENUTUP
  1. Kesimpulan
1.      Muzara‘ah adalah suatu perjanjian di antara pemilik lahan dan petani dalam hal bagi hasil dalam bidang pemberdayaan petani, dimana lahan (tanah) berasal dari pemilik tanah dan bibitnya dari pemilik lahan (pemilik tanah) itu sendiri, adapun bila benihnya berasal dari petani penggarap maka disebut dengan mukhabarah. Kemudian hasil dari panen itu dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Boleh jadi 1/3 (sepertiga), 1/4 (seperempat), dan 1/2 (setengah) dari panen itu.Muzara‘ah berbeda dengan mutsaqat, karena pada mutsaqat ruang lingkupnya hanya bagian penyiraman tanaman tersebut yang sudah ditanami oleh pemilik lahan kemudian dilanjutkan oleh petani dengan pembahagian bagi hasil dari panen. Sedangkan muzara‘ah sebagaimana yang telah tersebut di atas adalah pengolahan tanah yang belum tertanami oleh petani dan benihnya dari pemilik lahan. Menurut ulama Mazhab Syafi’i, muzara‘ah hukumnya sah bila ia dilakukan mengikuti mutsaqat, maksudnya bukanlah aqad muzara‘ah yang menjadi asal aqad, namun ia hanya mengikuti bagi aqad mutsaqat. Dan pada pelaksanaannya muzara‘ah juga tidak dibolehkan terasing dari mutsaqat. Dalil yang membolehkan muzara‘ah adalah Ayat Al-Quran, Hadist dan Ijmak para ulama. Pelaksanaannya mempunyai rukun-rukun dan syarat-syarat tertentu sebagaimana pada rukun-rukun dan syarat-syarat dalam jual beli secara tunai. Namun ada sebuah kriteria tertentu khusus dalam sistim muzara‘ah. Sistim muzara‘ah ini sah bila dilakukan melalui perjanjian oleh kedua belah pihak (pemilik tanah dan pengelola) berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian yang terperinci sebagai dasar kerelaan kedua belah pihak secara tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Al-Quran dan hadist.
2.      Muzara‘ah mengandung banyak manfaat dan hikmahnya terlebih lagi apabila dapat memberi suatu usaha kepada orang yang tidak memiliki lahan dengan memberdayakan mereka akan mendapatkan kebutuhan sekaligus sipemilik menjadi primadona dalam masyarakat. Untuk menghindari sitim penindasan yang terdapat pada zamindar (pemerasan) dan kejahatan-kejahatan oleh pemilik tanah. Dan untuk mendorong pengelolaan tanah yang dilakukan oleh petani dan pemilik lahan.

  1. Saran-saran
1.      Mengenai masalah muzara‘ah, begitu kokoh dan kuat legitimasi hukumnya, maka diharapkan kepada ummat islam pada umumnya memperhatikan benar-benar masalah tersebut dan mengimplementasikannya kedalam praktek-praktek sehari-hari, sehingga tidak merusak tatanan perekonomian yang islami.
2.      Disarankan kepada pemilik tanah atau lahan agar tidak mencari keuntungan dengan praktek-praktek yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Karena segala ketentuan telah ditetapkan agar kehidupan masyarakat dan perekonomian islam dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3.      Disarankan kepada pemerintah dan masyarakat agar melakukan pemberdayaan terhadap tanah yang terlantar dengan pengelolaan yang benar serta sungguh-sungguh agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.


0 komentar:

Posting Komentar